Berdasarkan hasil rangkuman detikcom, Kamis (10/9/2015), kasus pembunuhan itu terjadi di Pluit, Jakarta Utara, pada 19 Juli 2003 ketika Suud dan rekannya Ahmad Syam membunuh Angsono dan pengawalnya Edy Siyep. Edy tercatat sebagai anggota Sat 81 Gultor Kopassus TNI AD, satuan elit di lingkungan militer. Selidik punya selidik, pembunuhan ini didalangi sendiri oleh Gunawan Santoso, menantu Angsono.
Untuk menangkap Suud dan Edi Syam tidak mudah. Maklum saja, 2 orang tersebut merupakan marinir TNI AL yang terlatih dan memiliki kekuatan khusus untuk menaklukan musuh-musuhnya. Tetapi keduanya berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer Jakarta pada awal tahun 2005.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suud pun dijebloskan ke RTM Cimanggis supaya tidak kabur lagi. Tapi apa daya, Oktober 2005, Suud dan Syam berhasil melarikan diri dari penjara militer tersebut dan Suud kembali tertangkap pada November 2005. Bagaimana dengan Syam?
Dia masih melarikan diri dan pada 17 Agustus 2007 Tim Pomal berhasil menyergap Syam di Pandeglang. Upaya penyergapan Syam tidak mulus karena Syam melakukan perlawanan. Alhasil Tim Pomal bersama anggota Polri terpaksa memberikan timah panas ke Syam hingga Syam tewas di tempat.
Pada tahun 2008 Suud dipindah ke Lapas Porong dan Suud kini menjadi napi di LP Surabaya. Pada tahun 2012 lalu, detikcom sempat menemui Suud di Surabaya. Dia kini menjadi instruktur Disiplin LP Surabaya kepada para napi-napi.
"Saya tidak takut mati," kata Suud singkat kala itu.
Suud tidak lagi ambil pusing dengan eksekusi yang menantinya. Suud menilai, ia masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melakukan sesuatu yang berguna bahkan hingga saat-saat terakhir hidupnya.
"Saya berpikir positif saja. Sampai sekarang saya masih hidup. Berarti saya masih punya kesempatan," ujar Suud.
Namun Suud tetap berupaya mencari keadilan untuk lolos dari eksekusi mati. Suud kini mengajukan gugatan UU Grasi ke MK pada Rabu (9/9) kemarin. Dia menggugat pasal 7 ayat 2 UU No 22/2002 tentang Grasi.
Dalam pasal itu, diatur tentang syarat pengajuan grasi. Disebutkan, dalam pasal itu, untuk mengajukan grasi paling lambat setahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Namun, menurut Suud, pasal itu malah merugikan dirinya. Dia pun meminta MK untuk menyatakan bahwa pasal tentang pengajuan grasi dihapus. Ia meminta permohonan grasi tidak dibatasi waktu.
Dalam permohonan itu, Suud hanya diwakili oleh kuasa hukumnya dan Suud tidak hadir di gedung MK.
Bagaimana dengan Gunawan Santoso? Setali tiga uang dengan Suud. Gunawan juga licin bak belut. Ia kerap kabur dari penjara. Pertama kali kabur yaitu pada 16 Januari 2003 saat melarikan diri dari LP Kuningan. Dalam pelariannya itu, Gunawan menyuruh Suud dan Syam membunuh Angsono dengan upah Rp 4 juta. Setelah pembunuhan ini terungkap, Gunawan lalu diadili di PN Jakut.
Namun pada 30 Maret 2004 Gunawan mencoba kabur saat dibawa dari Rutan Salemba menuju Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dia kabur saat lalu lintas sedang macet di Johar Baru, Jakarta Pusat. Namun dia berhasil ditangkap lagi di Cempaka Putih dan menderita luka tembak di pinggangnya akibat letusan pistol yang dibawanya sendiri.
Rekam jejak Gunawan membuat majelis hakim tidak memberikan ampun dan menjatuhkan hukuman mati. Tapi pada 5 Mei 2006 Gunawan kembali kabur dari selnya di LP Narkotika Cipinang, Jakarta Timur. Petugas memergoki selnya kosong sekitar pukul 07.00 WIB. Pelariannya berakhir pada 20 Juli 2007. Saat itu Gunawan ditangkap polisi di lobi Plaza Senayan. Lalu ia dijebloskan ke LP Nusakambangan hingga saat ini. Gunawan hingga hari ini belum mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali dan grasi.
Lalu, sampai kapan Jaksa Agung mengabaikan putusan pengadilan dengan tidak melaksanakan perintah majelis hakim untuk mengekesekusi Suud dan Gunawan?
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini