Dugaan Suap, Perbudakan dan 'Kerajaan' Kecil di Benjina

Perbudakan Benjina

Dugaan Suap, Perbudakan dan 'Kerajaan' Kecil di Benjina

- detikNews
Rabu, 08 Apr 2015 11:13 WIB
Jakarta - Permasalahan di Pelabuhan Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, tidak sebatas hanya pada isu perbudakan. Ada isu yang lebih kompleks, mulai dari dugaan suap, sulitnya akses hingga minimnya petugas pengawasan.

Saat pertama kali terkuak, isu perbudakan yang jadi pembahasan utama. Kantor berita Associated Press melakukan investigasi tentang adanya diskriminasi yang diduga dilakukan PT Pusaka Benjina Resources dan perusahaan asal Thailand yang terafiliasi dengannya terhadap ABK asal Myanmar, Laos dan Kamboja.

Diskriminasi itu tidak hanya berupa gaji dan fasilitas yang berbeda dengan WN Thailand, namun juga perlakuan fisik yang tidak manusiawi. Dari pengakuan puluhan ABK, mereka dipaksa bekerja 22 jam, disiksa menggunakan ekor ikan pari, tak diberi makanan layak, hingga ada yang tewas di lautan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Praktik ini bisa terjadi bertahun-tahun (PT PBR diresmikan tahun 2007 oleh Presiden SBY), bukan karena terjadi secara diam-diam. Kabar penyiksaan ABK Myanmar sudah didengar oleh para warga, nelayan sekitar Benjina, hingga para petugas pengawas perikanan di Tual sejak lama.

Namun sayangnya, tidak ada yang menguaknya sampai AP membuat artikel yang menghebohkan dunia tersebut. Dugaan praktik illegal fishing yang dilakukan perusahan di Benjina juga tidak pernah muncul di permukaan sebelum adanya pemberitaan media asing.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Diduga kuat, berbagai pelanggaran di Benjina 'dibiarkan' karena ada suap kepada para oknum aparat setempat. Kepada tim Satgas Anti Illegal Fishing yang mendatangi Benjina, perwakilan PT PBR mengaku ada setoran bulanan Rp 37 juta untuk aparat sekitar.

"Jadi begini, semua illegal fishing operasinya itu di pulau terpencil. Nah, mereka ingin ada fasilitas untuk ekspor. Jadi mereka siapkan pos untuk perikanan, orang KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), Kepolisian, Bea Cukai. Mereka diberi ruang (kantor)," ujar Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti usai rapat di Istana Negara membahas masalah perbudakan nelayan, Selasa (7/4/2015).

"Saya dengar, memang ada 'uang bulanan' dari perusahaan kepada oknum-oknum ini, tapi tentu, kan mau tidak mau, karena mereka meminta untuk ada di sana sebagai legalitas operasi mereka," jelasnya.

Secara mendetail, pihak perusahaan mengaku jumlah Rp 37 juta itu disebar untuk oknum-oknum petugas keamanan dan aparat desa yang diklaim sebagai bentuk CSR. Khusus untuk petugas pengawas dari KKP, nominal uangnya dihitung berdasarkan penerbitan Surat Laik Operasi (SLO) setiap kapal nelayan yang berangkat melaut dengan tarif Rp 150 ribu dan Rp 4 juta untuk kapal pengangkut.

Dalam rapat tersebut, oknum KKP mengaku menerima uang. Komentar pun datang dari Dirjen PSDKAP Laksda TNI (purn) Asep Burhanuddin.

"Anggota saya ditempatkan di sini ampun-ampun nolak. Begitu dia dipaksa di sini, dia mau dipindahkan malah tak mau pulang," kata Asep.

Sesuai keterangan Susi, di Benjina memang ada sebuah kantor bersama yang difasilitasi perusahaan. detikcom menengok langsung kantor tersebut dan melihat ada beberapa instansi pengawasan yang ditempatkan di sana. Mulai dari Imigrasi hingga pengawas dari PSDKP KKP. Masing-masing ada dua-tiga petugas.





Karena Benjina berada di daerah terpencil, para petugas itu mengaku mendapat fasilitas dari perusahaan, mulai dari urusan makan hingga logistik lainnya. Hal inilah yang membuat fungsi pengawasan itu menjadi 'bias'.

"Memang ini tidak bisa dibenarkan, tapi juga tidak bisa kita membiarkan dengan dia menggaji orang instansi atau membayarkan pungutan, terus mereka bisa sah melakukan illegal fishing dan perbudakan. Itu tidak bisa. Tetapi itu tetap mesti ditindak," komentar Susi soal hal ini.

Dengan demikian, akibat minimnya fungsi pengawasan, maka berujung pada merajalelanya praktik perbudakan hingga illegal fishing. Harus ada solusi dan tindakan tegas dari KKP pusat untuk mengatasi masalah ini. Pilihannya, bisa memberikan fasilitas lebih pada para petugas pengawasan atau menutup pelabuhan dan memindahkannya ke wilayah yang lebih terpantau aparat.

Kerajaan Kecil di Benjina





Minimnya pengawasan juga berimbas pada munculnya raja-raja kecil Thailand di Benjina. Pantauan detikcom, para WN Thailand di Benjina sangat berkuasa. Mereka yang disebut tekong atau pemimpin kapal bisa sewenang-wenang terhadap para ABK Myanmar.

Tekong bisa memerintahkan seorang ABK mendapat hukuman atau tidak. Bila ada yang malas bekerja atau membuat onar, seorang tekong bisa menyuruh ABK tersebut dimasukkan ke tahanan atau mendapat hukuman fisik.

Site Operational Departement Head PT Pusaka Benjina Resources (PBR) Hermanwir Martino menjelaskan, sel tahanan yang ramai diberitakan media asing itu tempat para ABK yang berbuat onar. Mereka dikirim ke sana atas perintah tekong.

"Jadi kalau ada ABK yang mabuk terus berkelahi, mereka dipisahkan ke ruangan ini. Ini namanya rumah penitipan sementara, bukan sel tahanan. Yang memerintahkan dibawa ke sini biasanya tekong," jelas Herman saat dikonfirmasi di Benjina, beberapa hari lalu.

Tekong juga berwenang dalam penentuan gaji. Data yang diperoleh pihak Satgas, terjadi diskriminasi gaji di Benjina. ABK WN Thailand mendapat gaji rata-rata Rp 3 juta per bulan, sementara ABK Indonesia Rp 1,5 juta, dan ABK asal Myanmar rata-rata Rp 1 juta, bahkan ada yang tidak dibayar.

Duit untuk para ABK asing, khususnya Thailand, menurut pihak perusahaan, diberikan melalui tekong. Tekong itu kemudian membagikannya pada ABK. Jumlahnya berapa per kepala, perusahaan tidak tahu. Bahkan ada temuan, ternyata duit gaji WN Thailand itu dikirim dari perusahaan Thailand, bukan dari PT PBR. Khusus untuk ABK Indonesia, diserahkan langsung oleh PT PBR. Mereka menerimanya per bulan.
Para ABK Myanamr itu kini sudah dievakuasi oleh tim KKP ke Tual, Maluku. Total ada 340 orang yang akan segera dipulangkan ke negara asal masing-masing. Hanya sebagian saja tersisa di Benjina karena masih menunggu gaji. Mereka dijamin keamanannya oleh pihak perusahaan.



(mad/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads