Gara-gara Sikap Politik, Taufiq Kiemas Pernah 2 Kali Dibui di Era Orba

Gara-gara Sikap Politik, Taufiq Kiemas Pernah 2 Kali Dibui di Era Orba

- detikNews
Minggu, 09 Jun 2013 15:48 WIB
Jakarta - Cerita hidup Taufiq Kiemas terjal berliku. Ketua MPR yang menghembuskan nafas terakhirnya pada Sabtu (8/6) kemarin itu sempat dua kali ditahan militer ketika masih berusia belia, gara-gara sikap politiknya.

Taufiq lahir dari keluarga dengan latar belakang paham Masyumi. Namun Taufiq muda begitu mengagumi sosok Presiden Soekarno dan belakangan memilih untuk menganut paham nasionalis.

Begitu menginjak bangku kuliah, Taufiq memutuskan untuk bergabung dengan GMNI, yang saat itu menjadi organisasi sayap dari PNI. Pilihan Taufiq tersebut, sempat mendapat pertentangan dari sang ayah, Agus Kiemas, yang merupakan seorang Masyumi. Namun akhirnya sang ayah bisa mengerti keputusan Taufiq.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keterlibatan Taufiq di GMNI Palembang itu membuatnya harus berhadapan dengan kekuatan militer. Pada 9 Maret 1966, sekelompok anggota GMNI Palemang melakukan pembakaran koran Noesa Poetra. Gara-garanya koran tersebut dianggap meyebarkan fitnah kepada Soekarno yang saat itu mulai dilengserkan.

Pembakaran itu terjadi di luar sepengetahuan Taufiq. Namun Taufiq yang saat itu menjabat sebagai Ketua GMNI Palembang memilih untuk memikul tanggung jawab, atas apa yang dilakukan anak buahnya.

"Aku pikir kalau aku enggak berani bertanggung jawab hari ini, aku tidak akan berani bertanggung jawab sampai kapan pun selama hidup aku," kata Taufiq seperti dikutip detikcom dari buku 'Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam, 70 Tahun Taufiq Kiemas', Minggu (9/6/2013).

Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo yang saat itu tengah melakukan perjalanan ke Sumatera menyatakan, pihaknya tidak takut terhadap pelaku pembakaran koran Noesa Poetra itu. Tak lama kemudian, Taufiq dan puluhan aktivis GMNI lainnya, dijebloskan ke sel CPM Kodam Sriwijaya.

Taufiq setahun lebih mendekam di balik jeruji besi. Hingga akhirnya pada pertengahan 1967 dia dibebaskan dari penjara, itu pun dengan syarat: dia harus meninggalkan Palembang. Taufiq pun memilih pergi ke Jakarta.

Di Jakarta sikap politik Taufiq tak juga padam. Di ibukota, Taufiq kembali melakukan pertemuan dengan kawan-kawannya di GMNI. Kali ini Taufiq juga 'berkongsi' dengan tokoh-tokoh' GMNI di tingkat nasional. Taufiq bahkan menjalin hubungan dengan sejumlah perwira TNI yang berhaluan Soekanois.

Namun pergerakan Taufiq ini tercium oleh intelijen. Pada tahun 1968, dia akhirnya kembali dijebloskan ke penjara, kali ini di Rumah Tahanan Militer Budi Utomo Jakarta. "Dibanding tahanan di Palembang, RTM Budi Utomo terbilang mewah. Jatah makanannya cukup, kamar tahanannya lumayan bersih dan luas. Kalau diibaratkan hotel ya hotel Indonesia-lah," ujar Taufiq.

Setelah satu setengah tahun ditahan, Taufiq akhirnya dibebaskan. Ada pelajaran berharga yang dia petik dari penahanannya yang kedua itu. "Kalau mau main politik harus punya networking yang luas. Dan untuk membina itu, sikap apriori sedapat mungkin harus dihilangkan, bahkan terhadap lawan politik sekalipun," ujar Taufiq.

Taufiq keluar dari penjara setelah mendapatkan tawaran dari Ketua Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin) Sutopo Jowono. Selama beberapa lama, Taufiq menumpang tinggal di rumah Sutopo.


(fjp/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads