Jakarta - Beban biaya operasional yang tinggi dan minimnya subsidi dari pemerintah menjadi alasan pembenar untuk menaikkan SPP, uang pangkal maupun pungutan-pungutan lain. Namun belum pernah dicoba mengelola PTN berbiaya murah sehingga terjangkau masyarakat menengah ke bawah.Bahkan sebaliknya, dari tahun ke tahun biaya kuliah terus melambung, bak sembako. Jika pada tahun 90-an biaya SPP Rp 200 ribu, delapan tahun kemudian sudah di atas Rp 1 juta. Demikian juga ramai-ramai uang pangkal, dahulu tak ada, kini menjadi ladang bisnis menggiurkan.Perubahan ini disebabkan munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000, yang berisi adanya otonomi terhadap empat perguruan tinggi negeri ini diberi keleluasaan penuh mengelola diri sendiri, termasuk menggali sumber keuangan. Statusnya diubah jadi badan hukum milik negara. Dan campur tangan pemerintah dalam bentuk subsidi berangsur-angsur dicabut.Akhirnya, kampus-kampus PTN yang sudah mempunyai nama besar berlomba-lomba menarik uang pangkal dari calon mahasiswa dengan dalih menutup operasional pendidikan yang semakin mahal. Jumlahnya terus meningkat, bahkan berlipat-lipat.Selain memberikan beban dana operasional terhadap mahasiswa, PTN juga mulai mencari dana dengan berbagai cara. Salah satu bentuk adalah membuka usaha komersial untuk mengganti dana suntikan dari pemerintah.Ambil contoh di UGM, mempunyai perusahaan induk PT Gama Multi Usaha Mandiri. Perusahaan ini bergerak dalam berbagai bidang, terutama penyewaan gedung, penginapan dan percetakan. Jangan heran jika di UGM belakangan muncul gedung-gedung mewah untuk disewakan. Seperti Graha Sabha Pramana gedung yang bisa memuat 5.000 orang, sering digunakan untuk konser, pertunjukan sampai pesta perkawinan. Gedung University Center (UC) yang disewakan untuk seminar, lokarya. Penginapan Gadjah Mada House, lapangan olahraga seperti tenis, basket, softball, atletik, sepakbola dengan standar internasional. Kabarnya, sebentar lagi akan membuka Gajah Mada Books Center dan mall bertempat di sebelah selatan Gedung Purna Budaya.Badan usaha lainya adalah Gama University Press yang membuka usaha percetakan. Selain itu sekarang banyak berdiri lembaga penelitian bekerja sama dengan mitra baik asing maupun dalam negeri. UGM juga mengelola apartemen mahasiswa Magister Manajemen. Letaknya di depan Gedung Santikara, depan Jalan Samirono. Ada lagi usaha toko buku yang terletak sebelah di Masjid Kampus. Toh demikian, menurut Sofian Effendy, Rektor UGM dana-dana tersebut belum mencukupi. "Dalam hitungan Dikti, setiap mahasiswa dalam setahun membutuhkan Biaya Rp 18 juta. Sementara uang yang didapat dari mahasiswa sangat minim," kata Sofian. Demikian juga di ITB Bandung. Perguruan tinggi papan atas ini, antara lain, menyewakan lahan, memiliki hotel, penerbitan, dan kantin. "ITB mempunyai kebutuhan yang makin banyak, sementara pemasukan segitu aja," kata Mary Handoko Wijoyo, Direktur Keuangan ITB kepada MMI Ahyani dari
detikcom.Kenyataan itu, membuat Satryo Sumantri Brodjonegoro, Dirjen Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, menganggap wajar kalau PTN mematok biaya mahal. "Untuk menyediakan fasilitas, memang dibutuhkan biaya yang tinggi," katanya. Selama ini, menurut Satryo, biaya yang dikeluarkan mahasiswa PTN tak sebanding dengan fasilitas yang diterima.Walau setuju PTN mematok biaya mahal, Ki Supriyoko, pakar pendidikan dari Perguruan Taman Siswa, tetap mengharapkan kesempatan bagi mahasiswa tak mampu. "Kampus juga harus memberi kesempatan pada mahasiswa dari kalangan ekonomi cekak," kata pengajar di Universitas Sarjana Wiyana, Yogyakarta ini. Cara yang bisa ditempuh dengan melakukan subsidi silang dan pemberian beasiswa. Sehingga pendidikan tidak hanya bisa dinikmati orang berduit saja.Kalau tidak, sangat mungkin di masa yang akan datang PTN akan ditinggal oleh PTS-PTS favorit. Apalagi jika biaya bersaing. Tengok saja di Solo, selain ada UNS juga terdapat Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).Apalagi biaya perkuliahan di UNS saat ini memang relatif lebih tinggi, dengan catatan bahwa UMS adalah swasta murni yang tidak menerima subsidi daripemerintah. UMS adalah universitas milik Muhammadiyah terbesar di Indonesia dari sisi jumlah mahasiswa yang mencapai 23 ribu orang dari 10 fakultas yang ada. Di UMS, SPP yang paling tinggi Rp 900 ribu/semester di Fakultas Ilmu Kedokteran, tertinggi kedua Rp 600 ribu/semester di Fakultas Farmasi dan paling rendah Rp 240 ribu di Fakultas Agama Islam. Apalagi UMS menerapkan sistem paket, yakni mahasiswa tidak lagi dikenai biaya lainnya selama satu semester itu.Sedangkan mengenai dana pengembangan di UMS, setiap mahasiswa dikenakan biaya yang beragam sesuai bidangnya. Paling tinggi Rp 30 juta di Fakultas Ilmu Kedokteran, tertinggi kedua Rp 6 juta di Fakultas Farmasi dan paling rendah Rp 500 di Fakultas Agama Islam. Nah Loh, pilih PTN atau PTS....
(tbs/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini