Kabulkan Gugatan Novanto, MK Putuskan Bukti ITE Hanya Boleh Diminta Polisi

Kabulkan Gugatan Novanto, MK Putuskan Bukti ITE Hanya Boleh Diminta Polisi

Jabbar Ramdhani - detikNews
Rabu, 07 Sep 2016 15:16 WIB
Sidang MK (ari/detikcom)
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bukti elektronik haruslah atas permintaan kepolisian dan penegak hukum lainnnya. Hal itu diputuskan dalam sidang yang dimohonkan mantan Ketua DPR Setya Novanto. Namun putusan MK tidak berlaku surut.

Novanto menggugat Pasal 5 UU ITE, yang berbunyi:

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Permohonan pemohon diterima sebagian sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti penegakan hukum atas permintaan kepolisian dan institusi penegak hukum lainnya sebagaimana diatur dalam UU ITE," kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016).

Arief menjelaskan Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 44 huruf b dalam UU ITE tidak mempunyai hukum yang mengikat, selama tidak dimaknai khususnya frasa informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti.

Di tempat yang sama, hakim konstitusi lainnya, Manahan MP Sitompul mengatakan bahwa penyadapan adalah perbuatan melanggar hukum karena melanggar privasi seseorang. Penyadapan hanya boleh dilakukan hanya berdasarkan UU. Dan tidak semua orang dapat melakukan penyadapan.

"Pemberlakuan penyadapan, harus sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu atas permintaan penegak hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE," kata Sitompul.

Sitompul menambahkan bahwa ada kelengkapan peraturan yang masih kurang dalam penerapannya di Indonesia.

"Untuk melengkapi hal itu, dalam pertimbangan Mahkamah yang termasuk di dalamnya tidak semua orang bisa melakukan penyadapan, maka pemberlakuan bersyarat dalam UU ITE beralasan hukum," ucap Sitompul.

Namun putusan itu tidak bulat. Hakim konstitusi I Gede Palaguna menolak putusan itu dan menyatakan pemohon adalah seorang anggota DPR yang menjadi rancu apabila mengajukan JR atas UU yang notabene adalah produk yang dihasilkannya.

"Pemohon adalah perorangan yang merupakan anggota DPR. Seseorang yang berposisi demikian tidak logis melakukan judicial review. Pertimbangan lain, semua janggal jika UU yang dibuat DPR masih dapat dipersoalkan oleh anggota DPR sendiri," tutur Palaguna.

Kasus bermula saat percakapan Novanto direkam dan dijadikan alat bukti di Dewan Etik atau yang dikenal dengan kasus Papa Minta Saham. Novanto tidak terima dengan alat bukti rekaman itu. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads