Dalam aksinya, para perangkat desa dan kepala desa tersebut membentangkan spanduk yang berisi penolakan terhadap Perpres 104. Massa juga sempat menggelar teaterikal kesenian tiban, dengan saling beradu cambuk.
Pengunjuk rasa menganggap, peraturan tersebut membelenggu aparatur pemerintah desa, karena harus mengalokasikan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) minimal 40 persen dari total alokasi Dana Desa.
"Keseluruhan, produk dari Perpres 104 Tahun 2021, oleh Asosiasi Kepala Desa (AKD) Trenggalek dan PPDI Kabupaten Trenggalek ditolak, tidak hanya direvisi, sekali lagi harus ditolak," kata Ketua AKD Trenggalek Puryono, Kamis (16/12/2021).
Penolakan aturan tersebut sengaja dilakukan, karena pemerintah desa merasa kesulitan jika harus mengalokasikan minimal 40 persen DD untuk BLT. Terlebih kriteria Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sama dengan sejumlah program bantuan sosial yang lain.
![]() |
"Kami tidak menolak BLT DD-nya, tapi prosentase minimalnya, karena roh Undang-Undang 6 Tahun 2014 itu di dalamnya mengatur tentang infrastruktur dan pemberdayaan," ujarnya.
Pemberlakuan batas minimal untuk alokasi BLT DD tersebut tidak rasional dan menyulitkan pemerintah desa, sebab sebagian besar masyarakat miskin telah terkover oleh program penjaminan sosial dari pemerintah pusat. "Apalagi kalau KPM tidak boleh secara ganda menerima dengan program kemiskinan yang lainnya," jelasnya.
Ketua AKD Trenggalek menyebut, kewajiban alokasi BLT DD minimal 40 persen justru bertentangan dengan program pengentasan kemiskinan secara nasional. Dengan pemaksaan minimal 40 persen BLT DD maka dipastikan catatan kemiskinan akan melambung tinggi.
"Dengan 7.000 desa, grafik kemiskinan pasti akan naik tajam," jelasnya.
Puryono menambahkan implementasi Peraturan Presiden 104 itu, dipastikan akan menghambat program pembangunan di desa, yang telah direncanakan secara matang melalui RPJMDES dan RKPDesa.
![]() |
"Tahapan rencana pembangunan juga disusun melalui usulan masyarakat dan skala prioritas dalam musyawarah desa," kata Puryono.
Tidak hanya itu, kegundahan para perangkat desa juga muncul, karena masih ada kewajiban untuk mengalokasikan 8 persen anggaran untuk program penanganan COVID-19. Ia menilai hal itu berlebihan, sebab saat ini kondisi pandemi dinilai mulai melandai.
"Selama dua tahun ini Dana Desa sudah dibantai habis-habisan dengan refocusing anggaran," imbuhnya.
Sementara itu pimpinan Ketua DPRD Trenggalek Samsul Anam berjanji akan menyampaikan aspirasi perangkat desa dan kepala desa tersebut ke pemerintah pusat. "Kami akan menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah pusat," kata Samsul Anam.
Hal senada juga disampaikan oleh Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin. Menurutnya tuntutan massa pengunjuk rasa akan dilakukan pembahasan bersama Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi).
"Kalau memang suara dari daerah dan menjadi gerakan nasional, maka kami akan bersurat dan mendorong untuk direvisi," kata M Nur Arifin. (iwd/iwd)