Lahir menjadi disabilitas memang bukan keinginan. Tapi berpangku tangan menerima suratan juga tak akan mengubah keadaan. Di balik keterbatasan, penyandang tuna daksa di Pacitan ini justru bangkit dengan karya nyata.
"Sebagai manusia awalnya rasa minder ada. Tapi bagi saya pantang putus asa," ucap Rosid, sapaan Rosidin berbincang dengan detikcom, Jumat (3/12/2021) pagi.
Warga Dusun Pinggir, Desa Jatigunung, Kecamatan Tulakan itu pun berbagi kiat mengusir rasa tak percaya diri. Satu di antaranya dengan membangun pertemanan. Bahkan selama ini Rosid juga aktif di sejumlah kegiatan kemasyarakatan.
Semula mobilitas memang menjadi tantangan tersendiri bagi putra pasangan almarhum Danuri dan Misiyem ini. Terlebih akses jalan menuju tempat tinggalnya tak semuanya mulus. Dia pun memesan sepeda motor dengan rancang bangun khusus. Yakni memiliki 3 roda.
Sarana itu pula yang membuat Rosid makin bersemangat menaklukkan keadaan. Termasuk di antaranya mendapat kesempatan mengikuti pelatihan keterampilan. Teknik menjahit menjadi pilihannya. Tak lain karena pekerjaan itu tak membutuhkan mobilitas tinggi.
![]() |
"Istilahnya kalau menjahit itu kan bisa saya lakukan di tempat teduh ya. Maksudnya di rumah. Nggak harus kemana-mana," papar Rosid yang mengaku menekuni profesi itu sejak 10 tahun terakhir.
Tak berselang lama usai mengikuti kursus, Rosid memutuskan membuka layanan jahit di rumah. Awalnya hanya melayani warga sekitar. Namun lambat laun banyak warga desa lain yang datang ke tempat usahanya.
Diakuinya, masa paling sibuk adalah saat pendaftaran siswa baru. Yakni pesanan seragam sekolah yang selalu membludak. Tak jarang dirinya harus lembur hingga berhari-hari untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sering pula Rosid dibantu rekannya sesama penjahit.
"Saat pandemi memang (pekerjaan) berkurang. Tapi biarpun musim daring tapi tiap ganti tahun ajaran kan (para siswa) tetap bikin seragam baru," ucapnya tentang bisnis yang dijadikannya penopang penghasilan.