Cerita Nakes Pacitan Tangani HIV/AIDS, Terjunkan Intel hingga Hilangkan Stigma

Cerita Nakes Pacitan Tangani HIV/AIDS, Terjunkan Intel hingga Hilangkan Stigma

Purwo Sumodiharjo - detikNews
Kamis, 02 Des 2021 09:03 WIB
dr Rini Endrawati Nakes Pacitan Tangani HIV/AIDS
dr Rini Endrawati (Foto: Purwo Sumodiharjo/detikcom)
Pacitan - Pengungkapan kasus HIV/AIDS bukan perkara mudah. Terlebih gejala fisik nyaris tak kentara pada pemula. Pun sebagian yang bergejala enggan memeriksakan diri. Stigma negatif menjadi salah satu alasannya.

Cerita seperti itu dulu kerap dijumpai petugas kesehatan. Terutama saat berupaya menyisir warga berisiko tinggi. Upaya edukasi pun diperlukan untuk menyadarkan mereka agar bersedia menjalani pengobatan.

Kenyataan itu membuat dr Rini Endrawati mencurahkan sebagian besar waktunya untuk pasien HIV/AIDS. Perempuan yang menjabat Kepala Puskesmas di Kabupaten Pacitan itu menciptakan kiat jitu menjaring ODHA. Tujuannya agar mereka segera mendapat penanganan.

"Sebenarnya kita mulai concern itu sejak tahun 2013-2014," kata Rini mengawali perbincangan dengan detikcom, Kamis (2/12/2021) pagi.

Kala itu pihaknya mendapat laporan masyarakat terkait adanya warga terduga HIV/AIDS. Kecurigaan petugas pun mengarah pada gejala klinis warga berjenis kelamin pria tersebut. Terutama pada tubuhnya yang kurus kering serta adanya penyakit penyerta.

Langkah pertama yang dilakukan, lanjut Rini, adalah membawanya ke rumah sakit. Setelah dilakukan serangkaian tes, akhirnya diketahui pasien tersebut mengidap HIV/AIDS. Si pasien sebelumnya diketahui memiliki riwayat merantau.

"Lho, kalau dari perantau banyak dong kemungkinan (ODHA) di wilayah kami. Karena nota bene usia produktif merantau semua," ucap Rini yang mengaku sempat kaget mendapati fenomena tersebut.

"Kami nggak mengira ada HIV di wilayah kami, secara wilayah kami kan marjinal banget gitu kan," imbuhnya.

Fakta itu membangkitkan semangat Rini bersama jajarannya melakukan upaya penyisiran. Sejumlah elemen masyarakat pun dilibatkan dalam forum yang dinamai 'Intel HIV'. Para relawan ini bertugas mengumpulkan informasi terkait keberadaan orang berisiko.

Data yang diperoleh lalu diteruskan kepada puskesmas. Berbekal laporan tersebut, pihak puskesmas pro aktif melakukan pemeriksaan keliling. Hal itu sekaligus sebagai bentuk skrining awal untuk mengetahui status kesehatan orang dimaksud.

"Iya, semua perantau (Diperiksa). Awalnya kita kolaborasikan dengan (Pemeriksaan) penyakit malaria. Karena banyak yang merantau ke luar Jawa terjangkit malaria kan," papar perempuan berjilbab itu.

"Penjaringan juga kita lakukan pada ibu hamil dan calon pengantin dalam rangka memutus penularan dari ibu ke bayinya," imbuhnya.

Ternyata dari penyisiran yang dilakukan, petugas menemukan beberapa pasien terindikasi positif HIV. Dari temuan itu pula, Dinas Kesehatan akhirnya meminta Rini dan beberapa tenaga kesehatan lain mengikuti pelatihan konseling dan testing HIV.

"Kami diajari bagaimana menjadi konselor, kemudian bagaimana memeriksa dan bagaimana mengedukasi," terang dia.

Sejak itu pula puskesmas yang membawahi 5 desa itu terus meningkatkan layanan bagi penderita positif. Program dimaksud populer dengan sebutan Perawatan Dukungan Pengobatan (PDP) HIV/AIDS.

Selain layanan medis, upaya melepaskan stigma terhadap ODHA juga menjadi pekerjaan rumah awal bagi Rini dan kawan-kawan. Celakanya, label negatif justru sering muncul akibat perlakuan petugas sendiri. Karenanya, sasaran awal edukasi adalah kepada petugas kesehatan.

"Jadi ketika kami memberikan pelayanan di puskesmas, entah itu orang terduga atau sudah terdiagnosa menderita HIV kami tidak ada pembedaan. Kami persilakan datang, kami layani dengan baik. Nggak ada stigma dan nggak kita eksklusifkan," jelas Rini.

Pada saat bersamaan, tim di lapangan juga bekerja. Personel yang terdiri dari Intel HIV dan relawan rutin menyampaikan promosi kesehatan kepada warga. Terutama berkenaan dengan pencegahan serta cara memperlakukan warga pengidap penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh tersebut.

"Selain bertujuan menjaring kasus juga untuk meminimalisir stigma," ungkap dokter asal Karanganyar, Jateng itu.

Program pemberdayaan ODHA juga dijalankan seiring dengan bantuan logistik dari pihak ketiga. Beragam bantuan yang mengalir atas fasilitasi pemkab ini bertujuan meningkatkan produktivitas penderita HIV/AIDS. Salah satunya dalam bentuk budi daya ikan air tawar.

Tugas berat yang dihadapi saat ini, lanjut Rini, adalah masih ada pasien yang putus obat. Mobilitas ODHA yang tinggi membuat mereka berpotensi tidak mengonsumsi retroviral secara teratur. Padahal, konsumsi obat seharusnya dilakukan seumur hidup.

"Tidak bisa taat (meminum obat) itu yang membuat masih adanya angka mortalitas (kematian). Itu yang menjadi PR kami," pungkas Rini yang mengaku masih mendampingi 6 orang pasien HIV/AIDS.

Halaman 2 dari 2
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.