Cerita Pejuang Dua Garis Biru Asal NTT Berbuah Manis Usai 11 Tahun Dibayangi Cobaan

Cerita Pejuang Dua Garis Biru Asal NTT Berbuah Manis Usai 11 Tahun Dibayangi Cobaan

Esti Widiyana - detikNews
Jumat, 26 Nov 2021 18:56 WIB
pejuang dua gari biru atau bayi tabung dan prof budi santoso di surabaya
Pejuang dua garis biru tinggal di NTT (Foto: Esti Widiyana/detikcom)
Surabaya -

Penantian pasangan suami istri (Pasutri) asal NTT, Didik Santoso (43) dan Titin (35) selama 11 tahun demi memiliki momongan akhirnya berbuah manis. Keduanya dikaruniai anak dari proses bayi tabung di RSIA Kendangsari Surabaya.

Selama lebih dari satu dekade, keduanya mengaku telah melakukan berbagai cara, namun tak mendapat hasil. Pejuang dua garis biru ini melalui banyak ujian dan cobaan. Mulai dari cobaan kondisi medis, hingga kondisi alam yang tak mendukung.

Akhirnya mereka dirujuk di RSIA Kendangsari Surabaya untuk pemeriksaan. Namun saat menjalani proses bayi tabung, tepatnya stimulasi penyuntikan hormon, Didik mendapat kabar usahanya bergerak di bidang AC NTT rusak karena banjir bandang.

"Saat kita berjuang di sini dengan bayi tabung, usaha kita roboh, binggung semua. Di sana usaha hilang, tembok runtuh, habis harta benda," cerita pria asal Banyuwangi saat di Surabaya, Jumat (26/11/2021).

pejuang dua gari biru atau bayi tabung dan prof budi santoso di surabayapejuang dua gari biru/bayi tabung dan prof budi santoso di surabaya Foto: Esti Widiyana

Namun mereka tak patah semangat, demi buah hati, ia dan istrinya tetap melanjutkan perjuangan dengan keyakinan dan pasrah kepada Tuhan. Tak usai cobaan materil, cobaan kembali datang dari kondisi sang istri mengalami perekatan usus dan harus dilakukan operasi.

Titin mengalami mual, muntah dan kembung dan akhirnya harus dirujuk ke UGD. Karena kondisi ini Titin harus melakukan operasi ilius obstruktif.

Lagi-lagi ujian datang kembali menimpa Titin. Sepekan setelah pulang dari RS, harus masuk lagi karena perekatan ususnya. Tak hentinya, ujian datang lagi di usia kandungan 34 minggu, ketuban pecah dan Titin harus dilakukan operasi caesar.

Cobaan masih belum berhenti, saat melakukan operasi caesar, karena ditemukan perekatan plasenta dan rahim. Akhirnya operasi berlangsung 4 jam, lahirlah seorang bayi perempuan dengan berat 1.750 gram pada tanggal 19 November 2021.

"Sebelumnya kami juga kehilangan satu bayi saat usia kehamilan trimester pertama," ujar Didik.

Saat ditanya apa yang paling mendasari dirinya dengan sang istri berjuang mendapatkan anak kedua dari proses bayi tabung, Didik mengaku saat hari tuanya nanti, dirinya dan sang istri bisa dirawat anak-anaknya.

"Saya terinspirasi dari BJ Habibie, kalau anak sudah besar dan menikah, atau nanti ketika kakaknya kuliah, kami di rumah masih ada hiburan karena ada adeknya ini," jelasnya.

Dirinya berpesan untu pejuang garis dua, tetap berusaha dan percayakan hasil pada Tuhan. "Poinnya kalau tidak keturunan bukan selamanya tidak ada, kita harus berusaha," tandasnya.

Sementara spesialis kebidanan dan kandungan, Prof Dr dr Budi Santoso SpOG (K) yang menerima program bayi tabung pasutri tersebut mengatakan semula mereka menjalani laporoskopi. Namun ditemukan kendala. Yakni ada perekatan antara usus dan rahim yang menyebabkan sulit hamil.

"Saya lakukan laparoskopi. Tindakan melihat apa ada faktor penghambat di alat produksi bagian dalam. Ternyata ada perleketan antara usus dan rahim, untuk menangani hal tersebut kami lakukan tindakan operasi," kata Prof Budi di RSIA Kendangsari Surabaya kepada wartawan.

Setelah dilakukan operasi, Prof Budi menyebut pasutri tersebut tak bisa langsung menjalani program bayi tabung. Mereka harus menunggu dua bulan setelahnya. Namun saat menjalankan proses bayi tabung, 2 embrio berhasil ditanam dan berkembang. Pada 25 April 2020, pasutri tersebut dinyatakan hamil anak kembar tidak identik.

"Nah di trimester pertama, satu bayi meninggal. Akhirnya yang berkembang hanya satu," ujarnya.

Setelah mengalami kondisi ini, pada usia kehamilan 21 minggu atau 5 bulan, Titin mengalami mual, muntah dan kembung sehingga harus dilarikan ke UGD. Karena kondisi ini, Titin harus melakukan operasi ilius obstruktif.

"Setelah pulang dari RS seminggu kemudian harus masuk RS lagi karena perekatan ususnya. Cobaan datang lagi di usia kandungan 34 minggu, ketuban pecah dan harus dilakukan operasi sesar," jelasnya.

Cobaan pun masih belum berhenti, saat dilakukan operasi caesar ditemukan perekatan plasenta dan rahim. Akhirnya operasi sesar harus berlangsung 4 jam lamannya.

Karena berat bayi di bawah berat normal, bayi tersebut harus dirawat di inkubator. Menurut dokter spesialis anak, dr Rulik Rufianti SpA yang merawat bayi tersebut, kondisi bayi saat ini terus mengalami perkembangan.

"Saat ini semakin baik kondisinya. Kami juga sudah memberikan ASI dari ibunya. Berapapun ASI yang dihasilkan sang ibu kami berikan pada bayinya, karena bagaimanapun ASI merupakan asupan terbaik bagi bayi untuk imunitasnya," pungkasnya.

Halaman 2 dari 3
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.