Daun tembakau yang terkena air hujan dan tidak bisa kering maksimal biasanya berwarna kemerahan. Ini membuat kualitas tembakau menurun dan biasanya pabrik tidak mau menerima tembakau yang kualitasnya jelek.
Salah satu petani tembakau, Ulifah (35) mengatakan, akibat musim hujan datang lebih awal membuat panen daun tembakau miliknya menurun."Kalau kualitas jelek, pabrik biasanya tidak mau menerima dan akhirnya dibuang ke pasar lokal dengan harga Rp 10 ribuan," tutur Ulifah, Selasa (16/11/2021).
Ulifah menambahkan, jika kualitas baik, satu kilogram tembakau cacah kering biasa dibeli pabrik mulai harga Rp 20 hingga 36 ribu. Selain menurunkan kualitas daun tembakau, musim hujan juga berdampak pada hasil panen. Sebab, hasil panenan daun dipastikan menurun.
"Selain harganya turun, hasil panen juga akan menurun karena musim hujan sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kurang maksimal," terang Ulifah.
Kepala Desa Tatung, Rudi Sugiharto mengatakan, di desanya ada 300 petani tembakau. Dengan lahan 50 hektare dan mencapai 200 ton per musim panen.
"Tapi musim hujan datang terlalu cepat seperti ini, potensi panen petani per hektare hanya berkisar dua ton per hektarenya," imbuh Rudi.
Menurut Rudi, proses pengeringan selama ini masih konvensional dengan memanfaatkan matahari. Jika dipanen musim hujan, biasanya pengeringan tembakau kurang maksimal. Daun yang kering harusnya berwarna kuning menjadi kemerahan.
"Sebenarnya pengeringan bisa menggunakan oven, namun akan membebani biaya produksi dan perlu modal besar untuk membeli alatnya," papar Rudi.
Baca juga: 2 Tanggul Sungai di Lamongan Kembali Jebol |
Rudi berharap pabrik tetap mau menerima tembakau dari para petani di desanya. Sehingga petani tidak akan kesulitan untuk memasarkan hasil panennya.
"Inginnya tetap masih musim kemarau, sehingga pertumbuhan bagus dan kualitas tembakau tetap baik," pungkas Rudi. (sun/bdh)