Prof Yasin telah mempublikasi 211 jurnal internasional. Kini tengah melakukan riset untuk kelainan detak jantung.
Prof Yasin merupakan lulusan S1 Fakultas Mipa Unair tahun 1990, S2 tahun 1996-1999 dan S3 2006-2010 Fisika di UGM. Saat itu ia menggeluti bidang optical fiber sensor. Setelah itu tetap konsisten mengembangkan penelitian di bidang photonic fiber optic sensor, juga fiber laser pengembangan sumber cahaya laser untuk sensor.
Setelah lulus S3, berbagai penelitian yang dilakukan tetap mengacu pada pengembangan penelitian fiber sensor optic. Ia juga bekerja sama dengan beberapa universitas di luar negeri. Di antaranya universitas di UK dengan Aston University lewat pendanaan newton fund selama 2 tahun. Kemudian dengan Bangkok University, kolaborasi internasional untuk mengembangkan bidang penelitian yang ia geluti.
"Saya fokus pengembangan sensor optic, khususnya fiber optic seperti kabel optic yang digunakan untuk komunikasi. Sekarang internet pakai kabel optic supaya cepat, saya manfaatkan untuk sensor deteksi berdasarkan perubahan cahaya dengan menggunakan pro fiber optic. Sensor bisa digunakan untuk apa saja, mendeteksi berbagai besaran fisika, seperti pergeseran, getaran, parameter kimia, sampai bidang medis dan food safety. Bidang medis saya arahkan untuk mendeteksi kelainan detak jantung, food safety untuk deteksi bahan pengawet dalam makanan. Semua berbasis fenomena optic cahaya," kata Prof Yasin kepada detikcom, Selasa (2/11/2021).
Fenomena optic cahaya yang digunakan adalah laser dan pro-fiber optic, di mana bisa menyalurkan signal cahaya. Tentunya juga punya banyak keahlian dan keunggulan dibandingkan dengan fenomena yang lain.
"Dari hasil penelitian itu saya berhasil mempublikasikan ke jurnal internasional yang terindeks Scopus atau ISI. Sehingga dari situ bisa dilihat berapa dokumen paper yang kita publikasikan, berapa jumlah sitasi yang dipakai orang. Kalau sitasi dipakai orang sebagai referensi untuk paper orang lain. Penelitian kita digunakan orang supaya bermanfaat dari hasil penelitian yang kita lakukan," ujarnya.
Gubes FST Unair ini mengatakan, ia sudah mempublikasi 211 jurnal internasional yang terbit pada jurnal indeks Scopus. Bahkan, sejak tahun 2008 hingga ini, sudah 1.100 kali papernya disitasi oleh peneliti lain.
"Mulai tahun 2008 sampai saat ini ada 210-211 dokumen paper, kemudian H-index 16 itu menyatakan sitasi. Paper yang disitasi oleh orang lain para peneliti di luar negeri ada 1.100 sitasi lebih. Satu paper bisa disitasi lebih dari satu. Contoh satu paper saya disitasi sebanyak 68 kali, ada yang 39 kali, dan seterusnya. Setiap paper yang disitasi orang lain-lain," sebutnya.
"Kita sudah membuat satu set sensor optic untuk mendeteksi kelainan detak jantung. Hasil awal menunjukkan sensor bisa mendeteksi model detak jantung dan kita kembangkan. Sehingga nanti bisa lebih canggih, harapannya menggantikan alat-alat yang mahal. Namanya fiber optic sensor, nama ilmiah, belum nama komersial. Beberapa hasil penelitian sudah kita daftarkan paten, seperti kita sudah bisa membuat mikro fiber, fiber optic yang diameternya jadi langsung," jelasnya.
Sebanyak 58 ilmuwan Indonesia masuk dalam daftar 2% saintis paling berpengaruh di dunia 2021. Salah satunya Prof Yasin. Itu memacu semangatnya untuk giat mengembangkan inovasi, dan berharap semakin banyak generasi muda yang mampu bersaing secara global.
"Semoga bisa bertahan tentunya dengan kerja keras, tidak boleh berhenti. Setelah mendapat penghargaan harus lebih kerja keras lagi untuk menghasilkan karya inovatif. Harapannya juga semakin banyak peneliti Indonesia top 2% dunia. Banyak SDM hebat sehingga tidak kalah dengan nagara lain. Ke depan lebih banyak lagi generasi muda unggul, tangguh, yang bisa bersaing secara global," pungkasnya.