Suhu udara di Surabaya dan sekitarnya akhir-akhir ini memang terasa lebih panas. Masyarakat diharap bersabar karena suhu udara yang gerah atau sumuk ini disebut akan berkurang pada November.
BMKG Klas I Juanda Surabaya menyebut sumuk yang terjadi merupakan efek dari fenomena kulminasi atau hari tanpa bayangan yang sempat terjadi di Jatim beberapa waktu lalu. Suhu paling panas di Surabaya tercatat 37-38°C.
Saat kondisi panas masyarakat lebih memilih berada di ruangan dari pada di luar. Atau jika terpaksa berada di luar rumah, masyarakat kerap minum minuman dingin untuk pelepas dahaga. Apa hal itu tidak membahayakan?
"Ndak papa minum es, ga ada masalah. Toh tubuh kita saat minum kan masuk melalui saluran pencernaan, suhu dingin dari air es pasti diregulasi lagi sama alat pencernaan kita. Mulai dari mulut, tenggorokan, lambung akan menyesuaikan antara suhu makanan dan tubuh akan disesuaikan. Ketika diserap pun suhunya tidak sedingin air es, ketika sudah masuk pencernaan akan diregulasi mendekati suhu normal kita," kata General Practitioner of Emergency Room RS PHC Surabaya dr Pratitis Amalia kepada detikcom saat dihubungi, Rabu (27/10/2021).
Dia menambahkan minum minum air hangat secara medis juga tidak menyebabkan masalah.
Simak juga 'Sebagian Besar Wilayah Indonesia Berpotensi Hujan':
"Minum air anget (Hangat) secara medis juga tidak masalah, cuman rasanya kurang nyaman. Ga ada masalah medis tertentu, senyamannya orang tersebut," tambahnya.
Bahkan biasanya, jelas dia, ada yang mencuci muka, kaki dan tangan setelah terkena panas dan teriknya matahari. Justru hal itu membuat tubuh semakin segar. Asalkan saat beraktivitas di lapangan menggunakan sunscreen atau tabir surya. Cuci muka setelah terkena terik matahari juga tidak memiliki efek jangka panjang, seperti stroke.
"Ndak ada. Malah lebih seger. Kalau orang dulu ada yang bilang 'ga boleh cuci muka saat panas takutnya nanti mukanya tratakan'. Sebenarnya ga ada hubungannya sama panas, tratakan muncul karena muka terlalu kering atau atopi. Kalau punya atopi akan kecenderungan punya tratak lebih besar," tandasnya.
Amalia menyebut bukan karena cuci muka setelah terkena panas, tapi karena terpapar panas tanpa tabir surya. Selain tidak terlindungi dari tabir surya juga kurang kelembabannya.
"Kelembaban juga ada kaitannya dengan cairan tubuh. Kalau minum cukup kulit lebih lembab, kalau minumnya kurang kulitnya akan lebih dehidrasi," pungkasnya.
Lihat juga video 'Kondisi Cuaca Bervariatif di Masa Pancaroba':