Mereka tergabung dalam Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN). Dalam aksinya, para peternak membentangkan sejumlah poster dan spanduk, yang berisi tuntutan kepada pemerintah.
Di antaranya bertuliskan 'Pak Jokowi, tolong kami, jagung kami belum datang. 'Kami butuh jagung segera'. 'Perintah Presiden tidak jalan, peternak jadi korban'.
Koordinator aksi PPRN, Yesi Yuni dalam orasinya mengatakan, sebelumnya perwakilan peternak telah bertemu Presiden di Jakarta terkait kebutuhan jagung peternak ayam petelur. Dalam pertemuan itu Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan, untuk menyediakan pasokan 30 ribu ton jagung, dengan harga Rp 4.500/kilogram.
"Kita disediakan jagung (harga) Rp 4.500. Di sisi lain Bapak Mendag menyediakan uang untuk menyediakan jagung ini. Setelah satu bulan berlalu, jagung itu ternyata tersendat," kata Yesi, Senin (18/10/2021).
Hingga saat ini, janji penyediaan jagung dengan harga wajar itu baru terealisasi 10 persen atau sekitar 900 ton. Kondisisi tersebut membuat para peternak kelabakan, sebab jagung merupakan salah satu komponen pokok dalam peternakan ayam petelur.
"Saat ini harga jagung di pasaran Rp 6 ribu," ujarnya.
Tersendatnya penyediaan jagung itu dinilai kontradiktif dengan statement Menteri Pertanian, yang mengaku ketersediaan jagung saat ini sedang surplus.
Yesi menambahkan, saat ini peternak ayam petelur di Blitar dan sekitarnya kembang kempis. Sebab harga jual telur anjlok hingga Rp 13 ribu per kilogram. Padahal untuk bisa mencapai keuntungan, harga jual telur di tingkat peternak sekitar Rp 21 ribu per kilogram.
Untuk mempertahankan peternakannya, anggota PPRN ini berusaha dengan berbagai macam cara. Termasuk mengurangi jumlah populasi ternaknya.
"Ada yang mencoba cari jagung meskipun mahal, ada juga yang (campuran) karak. Untuk bertahan ada yang terpaksa mengurangi populasi, jadi sudah kanibal, jual ternak untuk beli pakan," jelasnya.