Situs di Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto ini diyakini sebagai bekas istana Bhre Wengker dan istrinya, Bhre Dhaha. Keduanya merupakan paman dan bibi Raja Hayam Wuruk, penguasa Majapahit yang termasyhur. Bangunan kuno ini diperkirakan dibuat pada masa Hayam Wuruk tahun 1350-1389 Masehi.
![]() |
Pada ekskavasi tahap 4 yang dimulai 6 September lalu, tim dari BPCB Jatim menemukan sebagian besar gerbang istana Bhre Wengker. Gapura istana menghadap ke barat, terletak di tengah dinding sisi barat Situs Kumitir.
Meski tak utuh lagi, sisa-sisa struktur purbakala ini cukup menggambarkan kemegahan gerbang Situs Kumitir pada masa lalu. Yaitu pada zaman belum ada semen sebagai perekat untuk bangunan modern.
Struktur gerbang yang sudah tampak diapit 2 pilar besar pada sisi utara dan selatan. Jarak antar pilar yang diperkirakan sebagai pipi tangga itu mencapai 12 meter. Masing-masing pilar tersusun dari bata merah kuno, sepanjang 177 cm, lebar 177 cm dan tinggi yang sudah tampak 65 cm.
Di antara pipi tangga tersebut terdapat bangunan tangga yang juga dari susunan bata merah kuno. Struktur tangga yang sudah tampak lebarnya mencapai 12 meter, panjangnya dari barat ke timur sekitar 6 meter. Ketinggian tangga yang berundak menuju ke pintu gerbang sekitar 2,5 meter.
"Di sini kami menemukan data baru, dibuat satu zaman, tapi dibangun menggunakan bata merah dengan dua ukuran berbeda," kata Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho kepada detikcom di lokasi ekskavasi, Selasa (14/9/2021).
"Logika teknis bata besar untuk menahan beban berat, logikanya bangunan gerbang menjulang tinggi," terangnya.
![]() |
Sementara struktur di atas fondasi gerbang menggunakan bata merah lebih kecil. Yaitu masing-masing bata berdimensi 37x22x7 cm.
"Ternyata dalam sebuah bangunan yang dibuat pada satu masa terdiri dari dua atau tiga bahan bangunan berbeda. Bahan ketiga menggunakan fragmen atau pecahan bata sebagai isian," terang Wicaksono.
Meski dibuat pada masa Majapahit ratusan tahun silam, lanjut Wicaksono, bata-bata merah penyusun gerbang istana Bhre Wengker jauh lebih kuat dibandingkan bata merah modern.
"Kekuatan bata zaman dulu seperti cor, tingkat kekerasannya luar biasa. Ada campuran batu kerikil dan pasir di bagian dalamnya, pembakarannya juga lebih lama," jelasnya.
Bata-bata merah kuno tersebut lantas disusun menggunakan teknik gosok hingga menjadi gapura istana Bhre Wengker yang megah. Yaitu permukaan dua bata digosok-gosok hingga menghasilkan sedikit serbuk.
Situs Kumitir dikelilingi dinding dengan luas 316 x 203 meter persegi. Selain menemukan sebagian talud keliling, tiga tahap ekskavasi sebelumnya juga menyingkap sisa-sisa istana Bhre Wengker. Yakni di bagian timur situs yang bersebelahan dengan makam umum Dusun Bendo, Desa Kumitir.
Bhre Wengker bergelar Wijayarajasa merupakan raja kecil atau raja negara bagian yang menjadi bawahan Raja Majapahit. Kala itu, Majapahit dipimpin Hayam Wuruk tahun 1350-1389 Masehi. Bhre Wengker menikah dengan Bhre Dhaha yang bergelar Rajadewi Maharajasa.
Bhre Dhaha dan Tribuana Tunggadewi sama-sama putri Raden Wijaya, raja pertama Majapahit. Dengan begitu, Bhre Wengker adalah menantu Raden Wijaya sekaligus paman Raja Hayam Wuruk. Karena Hayam Wuruk putra Tribuana Tunggadewi.
Situs Kumitir juga menjadi tempat pendarmaan atau tempat menghormati Mahesa Cempaka, salah seorang raja bawahan Singosari. Bhre Wengker membangun tempat suci untuk menghormati leluhurnya, Mahesa Cempaka di dalam istananya yang kini menjadi Situs Kumitir.
Mahesa Cempaka meninggal pada 1268 Masehi. Semasa hidupnya, dia menjadi Bhre Dhaha, salah satu negara bagian Kerajaan Singosari. Sementara Singosari kala itu dipimpin saudara tirinya, Wisnu Wardhana.
Mahesa Cempaka merupakan keturunan kedua Ken Arok dengan Ken Dedes. Dia adalah kakek Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Sedangkan Wisnu Wardhana keturunan kedua dari Tunggul Ametung dengan Ken Dedes.