Analis Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Wilayah Kerja Jawa Timur, Suwardi mengatakan proses nekropsi dilakukan untuk mengetahui secara mendalam penyebab kematian mamalia laut tersebut.
"Akan dilakukan penelitian apakah ada gangguan atau tidak, ada parasitnya atau tidak," kata Suwardi saat dikonfirmasi, Senin (6/9/2021).
Menurutnya dalam proses nekropsi tersebut, tim FKH Unair mengambil sejumlah sampel bagian dalam tubuh lumba-lumba, terutama pada bagian otak, pernapasan dan pencernaan.
"Hasilnya diperkirakan akan keluar dua minggu ke depan," jelasnya.
Usai dilakukan nekropsi, bangkai lumba-lumba tersebut dikubur di kawasan Pantai Sidem.
"Tapi, itu bukan satu-satunya sebab. Bisa jadi karena sedang mencari makan, gangguan disorientasi, sakit, terkena jaring atau ada ganguan seismik," imbuhnya.
Dia menjelaskan, kawasan perairan selatan Jawa merupakan salah satu lokasi perlintasan migrasi berbagai jenis mamalia laut, mulai dari lumba-lumba hingga paus. "Tapi kami tidak memiliki data terkait migrasi itu. Migrasi biasanya terjadi satu tahun sekali," imbuhnya.
Sebelumnya, tiga ekor lumba-lumba terdampar di Pantai Sidem, Desa Kalibatur, Kecamatan Besuki, Tulungagung, Minggu (5/9/2021). Dua ekor berhasil diselamatkan masyarakat dengan cara didorong ke tengah laut. Sedangkan satu ekor akhirnya mati pada Minggu malam, setelah gagal didorong ke ketengah laut.
Selain itu, sempat beredar kabar adanya dua lumba-lumba lain yang juga terdampar dan mati di sekitar Sidem, namun setelah dilakukan penelusuran tidak ditemukan bangkainya.
Tak hanya lumba-lumba, pada Sabtu lalu juga sempat ada seekor bayi paus yang terdampar di Pantai Sine, Tulungagung. Namun mamalia laut itu berhasil diselamatkan oleh tim SAR habungan, dan kembali ke tengah laut.