Menurut psikolog Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya, Siti Kamilia, akan ada rasa waswas dari wali murid. Sebab anak-anak cenderung abai akan protokol kesehatan (prokes).
Ia menambahkan, supaya wali murid tidak terlalu khawatir, bisa diberi pilihan antara PTM atau belajar daring. Karena hingga saat ini, masih ada wali murid yang belum setuju dengan PTM.
"Kalau kondisi sekarang ini masih Fifty-fifty ya. Kalau saya masih khawatir. Karena kan anak usia 12 tahun ke bawah itu masih kurang bisa menjaga diri, soal prokesnya, jadi perlu pendampingan. Jadi wali murid sebaiknya diberi pilihan," kata Kamilia kepada wartawan di Siola, Surabaya, Jumat (3/9/2021).
Pilihan itu, lanjut Kamilia, tidak memaksakan anak untuk PTM dan tetap memberi kelonggaran untuk belajar daring. Lalu untuk PTM, guru harus sudah mengikuti vaksinasi COVID-19.
"Kalau toh orang tua ikut mendampingi di sekolah. Kan malah jadi timbul kerumunan. Sekolah saja dikurangi kapasitasnya. Oleh karena itu, peran paling penting adalah guru yang mengawasi murid-muridnya supaya menerapkan prokes selama proses belajar," jelasnya.
Sebelum dimulai PTM, ia menyarankan, pihak sekolah bisa memberikan angket untuk persetujuan kepada wali murid. Dengan persetujuan itu nantinya pihak sekolah bisa mengkoordinasikan berapa jumlah siswa yang menjalani PTM selama satu hari.
"Kalau kondisi sekarang, seperti saya yang masih punya anak duduk di bangku SD, saya tetap memilih daring. Karena anak usia SD belum bisa dilepas. Kecuali anak-anak SMP yang usianya sudah 12 tahun ke atas saya yakin masih bisa dikendalikan," pungkasnya.