Pakar Geologi asal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Dr Amien Widodo menyebut air tersebut merupakan air formasi. Selain mengandung sejumlah gas, Amien menyebut air formasi memang mengandung garam.
"Itu biasa, namanya air formasi yang sudah lama sekali tersimpan di dalam tanah dan umumnya mendandung gas methan dan sulfur," kata Amien kepada detikcom di Surabaya, Jumat (27/8/2021).
Tak hanya itu, Amien menyebut air bisa masuk ke dalam lapisan tanah dan ikut terproduksi bersama minyak dan gas.
"Jadi secara geologi, di Jawa Timur itu di bawah tanah sana, lapisannya berlapis-lapis, berlipat-lipat, melipat melengkung-melengkung. Jadi kalau air itu meresap, otomatis akan masuk, ada yang di permukaan ada yang di dalam. Tersimpan di lapisan yang melipat-lipat tadi," tambahnya.
Sementara saat ditanya, apakah air tersebut bisa diminum, Amien menyebut tidak. Apa lagi memiliki bau seperti belerang dan rasanya asin.
"Kalau bau begitu, apa lagi tadi keruh kan nggak boleh, harus dites," imbuh Amien.
Sebelumnya, semburan air terjadi pada Kamis (26/8) sekitar pukul 18.00 WIB. Air itu muncrat hingga setinggi 15 meter. Air ini keluar dari pengeboran sumur artesis sedalam 60 meter. Lubang itu sudah dibiarkan seminggu karena tak ada air yang memancar saat dibor. Air yang awalnya menyembur bening berubah menjadi keruh, asin, dan berbau belerang setelah 3 jam berlalu. (hil/iwd)