Puluhan warga tersebut secara bersama-sama mendatangi lokasi perbukitan yang akan diledakkan oleh kontraktor pelaksana pembangunan pada Sabtu (21/8/2011). Warga langsung menduduki lokasi serta menancapkan sejumlah Bendera Merah Putih, guna mencegah adanya peledakan.
Aksi puluhan warga itu dilakukan sesaat setelah vendor 'blasting' memasang rangkaian bahan peledak di titik yang telah ditentukan. Aksi warga dilakukan sejak pagi hingga sore hari.
Salah seorang warga, Lukman mengatakan, kedatangan puluhan warga Sumurup tersebut sengaja dilakukan sebagai bentuk protes ke Pemkab Trenggalek, lantaran hingga saat ini janji relokasi kepada warga terdampak bendungan belum terealisasi.
"Ada beberapa tuntutan, yang pertama kami meminta peledakan dihentikan, karena di radius kurang dari 500 meter ada banyak lansia. Kami masih trauma dengan kejadian sebelumnya. Kalau pekerjaan yang lain silakan," kata salah satu warga, Lukman, Sabtu (21/8/2021).
Pihaknya akan mengizinkan proses peledakan jika warga di radius kurang 500 meter tersebut telah dilakukan relokasi ke tempat lain yang representatif dan aman. Sehingga mereka dipastikan tidak akan terkena dampak ledakan lagi.
"Yang terakhir kami minta Pak Bupati Ipin untuk menemui warga. Supaya warga ini tidak bentrok dengan kontraktor," ujarnya.
Harapan pertemuan dengan Bupati Mochammad Nur Arifin itu guna menagih janji yang disampaikan kepada warga, sebelum proses pembangunan dimulai.
Lukman mengaku, saat itu pemerintah daerah serta PUPR berjanji akan melakukan relokasi terhadap warga Sumurup yang terdampak pembangunan Bendungan Bagong. "Janjinya kami diprioritaskan, tapi sampai sekarang belum terealisasi," jelasnya.
Bahkan kata dia, saat penentuan lokasi dilakukan, pemerintah daerah juga berjanji akan membeli lahan warga dengan harga tinggi. Namun menurutnya, harga yang ditawarkan justru sangat rendah.
"Kalau sekarang itu, untuk beli di tempat lain enggak nutut," jelasnya.
Aksi puluhan warga itu akhirnya bubar setelah dijanjikan akan dipertemukan dengan pimpinan daerah. Sementara itu Bupati Trenggalek saat dihubungi melalui sambungan telepon mengatakan, dalam pembebasan lahan proyek pembangunan Bendungan Bagong tersebut dilakukan sistem cash and carry.
Sehingga menurutnya, izin lokasi relokasi saat ini masih menunggu keputusan dari Menteri LHK. Sebab titik yang akan digunakan masyarakat berada di kawasan hutan.
Arifin menjelaskan, dalam relokasi itu pihaknya hanya sebatas memberikan fasilitasi legalitas dari instansi yang berwenang. Sehingga menyangkut tukar guling lahan relokasi menjadi tanggung jawab masyarakat.
"Kami hanya memfasilitasi legalitasnya saja. Karena ini kawasan hutan biasanya harus ada lahan pengganti. Nah itu nanti masyarakat yang menyiapkan lahan pengganti, misalkan luasan satu hektare ya satu hektare," jelasnya.
Kondisi itu berbeda jika lahan yang digunakan merupakan aset daerah, maka tidak sampai harus ke Kementerian LHK. "Kalau pemda punya lahan lebih cepat," imbuhnya.
Sementara itu terkait dengan pembebasan lahan masyarakat di Desa Sumurup, Bupati Arifin menyerahkan pada mekanisme yang berlaku. Termasuk appraisal atau penaksiran harga tanah hingga proses pembayaran.
"Kalau tidak ada kata sepakat, ada proses konsinyasi, di mana uang ganti rugi dititipkan ke pengadilan," jelas Arifin.