Agar Kasus Perebutan Jenazah Tak Terulang, Simak Penjelasan Akademisi Unair

Agar Kasus Perebutan Jenazah Tak Terulang, Simak Penjelasan Akademisi Unair

Hilda Meilisa - detikNews
Rabu, 28 Jul 2021 11:01 WIB
Akademisi FK Unair Dr d. Gatot Soegiarto SpPD-KAI FINASIM
Foto: Istimewa (Dok Pribadi)
Surabaya - Peristiwa warga rebut paksa jenazah COVID-19 terjadi di Bondowoso, Situbondo, hingga Jember. Hal ini diduga terjadi karena beredar kabar di masyarakat jika pasien yang meninggal di rumah sakit dianggap sebagai kasus COVID-19.

Akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Dr dr Gatot Soegiarto, SpPD-KAI, FINASIM memberi penjelasan akan hal ini. Dia mengatakan saat pandemi, mekanisme penerimaan pasien baru di rumah sakit dengan sebelum pandemi memiliki perbedaan.

"Sebelum pandemi ini memang tidak ada keharusan bagi pasien di rumah sakit untuk melakukan screening apakah menderita penyakit menular atau tidak," ujar Gatot di Surabaya, Rabu (27/7/2021).

Akibat pandemi, Gatot mengatakan mekanisme penerimaan pasien baru di rumah sakit menjadi berbeda. Screening awal dilakukan dokter dan tenaga kesehatan, merupakan cara yang dilakukan untuk mitigasi dampak pandemi.

"Ketika COVID-19 melanda banyak fakta bahwa dokter dan tenaga kesehatan ternyata ikut terpapar yang tidak jarang membutuhkan perawatan di ICU dan meninggal dunia. Karena itulah dalam rangka mitigasi dampak pandemi perhimpunan profesi menyarankan untuk menggunakan alat pelindung diri yang lebih tinggi," terang Gatot.

Tak hanya menggunakan alat pelindung diri yang lebih lengkap, rumah sakit juga mewajibkan screening semua pasien baru, baik yang datang dengan gejala khas COVID-19 atau penyakit tidak spesifik lainnya.

"Nyatanya ada juga ibu hamil yang datang untuk melahirkan ternyata positif COVID-19, pasien yang datang dengan keluhan pada kulit, mata, gastrointestinal atau trauma akibat kecelakaan kemudian terbukti positif COVID-19," tambahnya.

Biasanya, pada pasien baru dilakukan tes rapid antigen. Gatot menjelaskan tes rapid antigen yang dilakukan hanya membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit untuk melihat hasilnya.

"Tapi tes ini bisa juga menghasilkan negatif palsu. Sehingga untuk pasien yang gejalanya sangat mengarah kepada gejala COVID-19 namun hasil (Swab antigen) negatif akan tetap diperlakukan sebagai pasien berisiko tinggi dan harus dilayani dengan prosedur yang berlaku. Hal ini saja sudah banyak menimbulkan kecurigaan masyarakat," jelasnya.

Sedangkan untuk swab RT-PCR yang hasilnya lebih akurat, terkendala waktu. Karena, untuk mendapatkan hasil swab RT-PCR dibutuhkan waktu lebih dari 24 hingga 48 jam.

"Jadi jika kondisi pasien gawat dan perlu penanganan segera atau bahkan kemudian meninggal di IGD atau ruang isolasi tetapi hasil RT-PCR belum keluar hal ini sering menjadi pertentangan antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien," ungkapnya.

"Rumah sakit dan tenaga kesehatan berkeinginan untuk menerapkan protokol kesehatan yang ada untuk pemulasaraan dan pemakaman jenazah agar tidak terjadi penularan klaster keluarga dan pelayat. Sementara itu keluarga pasien sudah memiliki kecurigaan bahwa pasien akan di-COVID-kan dan berprasangka bahwa rumah sakit dan dokter akan mendapat keuntungan," imbuh Gatot.

Selain itu stigma yang berkembang di masyarakat jika jenazah yang dimakamkan sesuai protokol kesehatan tidak sesuai syariah agama, menjadi pemicu perebutan jenazah kerap terjadi.

Perbedaan pendapat yang terjadi hendaknya diselesaikan dengan baik melalui edukasi yang dilakukan oleh rumah sakit dan tenaga kesehatan.

"Emosi yang tinggi pada saat kejadian dan adanya prasangka buruk kepada tenaga kesehatan dan rumah sakit merupakan penghalang yang sangat sulit diatasi. Jika emosi mengalahkan akal sehat maka kekacauanlah yang terjadi," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(hil/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.