Belusukan Presiden Jokowi membagikan sembako dan obat bagi warga yang isoman disorot banyak pihak. Ternyata, belusukan ini sering dilakukan Hayam Wuruk saat memimpin kerajaan Majapahit.
Sejarawan Malang, M Dwi Cahyono dalam pemaparan Desawarnana, Perjalanan Inspeksi Hayam Wuruk pada daerah pinggiran kekuasaan Majapahit, menceritakan napak tilas belusukan itu. Seperti yang tergambar dalam Nagarakrwetagama (pupuh 17.6) pada tahun "Akasatisurya". Sekitar tahun 1275 Saka atau 1353 Masehi.
"Jika menelisik ke masa lampau, turba ataupun belusukan atau yang serupa dengan itu, sebenarnya telah dilakukan oleh penguasa atau pejabat negara. Baik itu kerajaan, kesultanan atau kadipaten. Tradisi lisan acap menggambarkan adanya raja atau pangeran yang menyamar (Membo-membo) dan hadir ke masyarakat secara diam-diam untuk melihat sendiri realitas (Kasunyatan) di masyarakat dan wilayah yang diperintahnya," papar Dwi dalam acara yang digelar Dinas Pariwisata Budaya Pemprov Jatim di Blitar beberapa waktu lalu.
Perjalanan yang demikian, lanjut Dwi, misalnya dilakukan oleh Maharaja Hayam Wuruk beserta rombongan. Paling tidak ada tujuh kali perjalanan di masa pemerintahan-nya (1350-1389 Masehi). Tercatat tahun 1353 menuju Pajang, tahun 1354 menuju Lasem melintasi Pantai Samudra. Tahun 1357 menembus hutan menuju dan ke arah laut menuju Lodaya, Tetu, dan Sideman. Tahun 1359 bulan Badrapada, berkeliling seluruh negara menuju ke Kota Lamajang. Tahun 1360 menuju Tirip dan Sempur, tahun 1361 menuju Palah dan mengunjungi Balitar, Lodaya, laut, Simping. Dan tahun 1363 menuju ke Simping.
Bila menilik waktu-waktu kunjungannya dan per- bandingan dengan masa pemerintahannya, tergambarlah bahwa raja Hayam Wuruk telah mulai mengadakan tour de inspection sejak tiga tahun di awal era pemerintahannya. Yaitu pada tahun 1353. Dalam kurun waktu 10 tahun (1353 - 1363 Masehi) ada sebanyak tujuh kali perjalanan.
Baca juga: Kisah Misteri Suara-suara di Pasar Bubrah Jalur Pendakian Merapi |
Hasil kajian Dwi, yang terpanjang dan terlama adalah perjalanan yang diberitakan dengan cukup rinci di dalam kakawin Nagarakretagama. atau Desawarnana tahun 1359 menuju ke Lamajang dan tempat-tempat lain di Daerah Tapal Kuda (DTK). Melintasi beberapa daerah kini masuk dalam wilayah Mojokerto, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo. Lalu kembali memasuki wilayah Probolinggo dan Pasuruan untuk seterusnya menuju ke wilayah Malang. Hingga kembali lagii ke kadatwan Majapahit di Wilwatikta.
Selain itu, menurut Nagarakretagama (pupuh 17.4 dan 17.5) tiap bulan sehabis musim penghujan ('akhir musim dingin'), Hayam Wuruk biasa berkeliling ke desa desa sima pada sebelah selatan Jalagiri. Atau melancong mengunjungi Wewe Pikatan dan Candi Lima.
"Atau pergilah beliau bersembah bakti kehadapan Hyang Acalapati - pada Candi Palah. Kini lazim disebut "Candi Penataran. Setelah itu biasanya menuju ke Balitar, kini Desa Blitar di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jimur, dan mengunjungi gunung-gunung permai," ungkapnya.
Pupuh 61.1-3 menginformasikan perjalanan Baginda pada tahun Saka 1282 (1360 Masehi) ke Tirip dan Sempur yang berada di sekitar hutan. Selanjutnya, pada tahun Saka 1283 (1361 Masehi) dilakukan perjalanan ziarah ke Palah. Serta mengunjungi Jimbe, Lawang Wentar, Balitar, lalu ke arah selatan sampai Lodaya untuk bermalam beberapa hari. Selanjutnya dari Lodaya menuju ke Simping
Menurut Dwi, perjalanan tersebut terkesan dilakukan secara formal. Seperti tergambar pada penggunaan atribut-atribut kenegaraan. Rombongan membawa serta pejabat tinggi dan bala tentaranya. Hal ini tergambar di dalam Nagarakrwetagama (pupuh 17.6) bahwa pada tahun "Akasatisurya (1275 Saka = 1353 Masehi).
Lihat juga Video: Warga Tulungagung Temukan Sumur Kuno Diduga Era Majapahit
(fat/fat)