Pelapor adalah warga Surabaya bernama Alvianto Wijaya. Ia melaporkan hakim yang menangani perkaranya, padahal ia belum disidang. Dalam putusan itu disebutkan bahwa perkaranya dinyatakan gugur.
Alvianto menuturkan putusan perkaranya beredar setelah agenda sidang pada tanggal 14 Juni ditunda. Namun keesokan harinya, ia tiba-tiba mendapat email putusan dari PN Surabaya.
"Sidangnya hari Senin, tanggal 14 Juni dan ditunda karena tergugat tidak hadir. Tapi esok harinya, tanggal 15 Juni saya dapat email relaas putusan," tutur Alvianto kepada wartawan, Kamis (24/6/2021).
Mendapat email putusan itu, Alvianto kemudian mencoba menghubungi pihak panitera PN Surabaya tapi ia tidak mendapat respons. Itu ia lakukan sehari setelah mendapat email putusan.
Namun pada tanggal 23 Juni, hakim yang bersangkutan kemudian mencabut putusan yang sudah terlanjur dikirimkan ke Alvianto. Hakim tersebut berdalih putusan perkaranya keluar karena salah input data.
Meski begitu, Alvianto tak percaya begitu saja. Sebab dalam salinan putusan itu tertera dengan jelas nomor perkaranya dan telah dimuat di situs e-Court Mahkamah Agung.
"Gak logis alasannya. Karena kalau salah input dengan perkara lain. Tapi isi dalam putusan yang sudah dimuat di e- Court Mahkamah Agung menyebut dengan jelas dan tegas nomor perkara gugatan saya," jelasnya.
Atas dasar itu, Alvianto kemudian melaporkan hakim yang menangani perkaranya ke MA dan KY. Untuk itu ia berharap perkaranya ditangguhkan dan hakim yang bersangkutan segera diganti karena diduga sudah tidak netral.
"Saya berharap hakim pemeriksa perkaranya diganti dan persidangan pemeriksaan. Dan perkara ditangguhkan dulu sampai adanya pergantian hakim," kata Alvianto.
Alvianto menjelaskan perkara yang dihadapinya merupakan gugatan kepada tergugat yang merupakan penyewa rukonya. Tergugat merupakan penyewa ruko miliknya yang dilaporkan karena dinilai telah melanggar perjanjian sewa.
"Sewanya setahun 80 juta, dengan jaminan apabila ada kerusakan maka harus diperbaiki oleh pihak penyewa. Karena itu ada uang jaminan ke saya sebesar Rp 15 juta," paparnya.
Namun setelah masa sewanya habis, kondisi rukonya diketahui mengalami kerusakan di sejumlah bagian ruangan. Alvianto kemudian mencoba menghubungi tergugat tapi tak mendapat respons.
"Saya sudah berusaha memberitahu ke pihak tergugat tapi tidak direspon dan malah saya dilaporkan ke Polrestabes, dituding menggelapkan uang jaminan itu," kata Alvianto.
Sementara itu, Humas PN Surabaya Martin Ginting saat dikonfirmasi mengaku telah mengetahui laporan tersebut. Menurutnya, ia merasa heran dengan laporan hakim terkait bocornya putusan tersebut. Sebab dalam hal ini memang ada kesalah teknis yang dibuat oleh juru sita, bukan hakimnya.
"Saya juga dengar demikian. Tapi hakim yang dilaporkan tersebut tidak berbuat apa-apa, yang berbuat salah ketik dalam perkara yang ditangani hakim itu adalah juru sita. Tapi yang dilaporkan adalah hakimnya, kan aneh," kata Martin. (iwd/iwd)