Sebuah bangunan rumah kecil tampak berdiri di atas lantai berlapis keramik. Di antara empat pilarnya terdapat kijing bercat coklat. Di masing-masing ujungnya ada nisan berbalut kain mori putih. Di satu sisinya guratan grafir bertuliskan Syekh Brubuh.
"Insya Allah beliau pejuang Islam di Pacitan. Beliau juga dikenal sebagai habaib," tutur relawan yang rutin merawat komplek makam, Husnuddin (51) kepada detikcom di lokasi, Minggu (13/6/2021).
Pria asli Ponorogo itu tak banyak menyinggung riwayat sang ulama. Yang dia dengar dari gurunya, Syekh Brubuh merupakan tokoh penting dari masa awal penyebaran Islam di Kota 1001 Gua. Dia pun menyarankan detikcom menemui sang guru yang tak lain pengasuh Pondok Tremas, Gus Fuad.
Nama Syekh Brubuh cukup akrab di kalangan masyarakat Pacitan. Situs makamnya pun kerap menjadi jujugan peziarah. Tak hanya warga lokal. Sebagian peziarah berasal dari wilayah tetangga. Seperti Ponorogo, Madiun, juga sejumlah wilayah di Jawa Tengah.
Sejak banjir bandang melanda Pacitan 2017 lalu, lanjut Husnuddin kunjungan peziarah terus meningkat. Mereka datang secara berkala. Ada yang hadir sepekan dua kali, sebulan sekali, ada pula yang rutin ziarah tiap 35 hari sekali.
"Setelah musibah banjir itu banyak yang nyengkuyung (Mendukung) ikhtiar dalam bentuk doa agar masyarakat Pacitan diberikan keselamatan," tambahnya.
Warga yang berziarah memuncaki jumlahnya menjelang bulan Ramadhan. Mereka datang secara individu maupun berkelompok. Bagi Husnuddin hal itu merupakan pertanda baik. Artinya di tengah era modern seperti saat ini sikap hormat kepada leluhur tak luntur. Justru sebaliknya makin kental.
"Makin banyak generasi muda yang nguri-uri (Merawat) sejarah," tandasnya.
Simak juga 'Situs Jambansari Ciamis Disulap Jadi Taman Asri yang Indah':
(fat/fat)