Panel Relief Patirtan Candi Penataran Blitar Sarat Pesan Moral Peradaban

Urban Legend 2021

Panel Relief Patirtan Candi Penataran Blitar Sarat Pesan Moral Peradaban

Erliana Riady - detikNews
Senin, 31 Mei 2021 08:38 WIB
relief patirtan Candi Penataran blitar
Panel relief fabel patirtan Candi Penataran (Foto: Erliana Riady/detikcom)
Blitar -

Di relief patirtan Candi Penataran tertulis tahun angka 1337 Saka. Atau sekitar 1425 Masehi. Menurut guru sejarah di Blitar, Ferry Riyandika, tahun itu merupakan akhir masa Kerajaan Majapahit. Karena Majapahit runtuh pada tahun 1478 Masehi.

Sumber air kolam patirtan itu dikelilingi tembok batuan andesit yang penuh relief. Pengamatan Ferry, panel relief yang terukir memutar di tembok patirtan, berupa fabel atau cerita binatang yang sarat pesan moral.

"Patirtan dikelilingi tembok batuan andesit. Panel reliefnya berupa fabel yang sarat pesan moral. Sehingga melengkapi suasana, di sumber air suci ini memang untuk mensucikan diri secara lahir dan bathin," papar guru sejarah ini kepada detikcom, Senin (31/5/2021).

Menurut Ferry, metode membaca fabel ini dimulai dari bagian tengah relief. Fabel dari tengah ke kiri menceritakan buaya dan kerbau. Seekor buaya meminta tolong kerbau mengantarnya ke sungai. Begitu sampai sungai, buaya meminta kerbau mengantarnya lebih ke tengah lagi.

Sang kancil yang mengetahui tipu muslihat buaya berusaha mencegahnya. Kancil segera meminta kerbau untuk keluar dari air agar tidak dimakan buaya.

"Fabel buaya dan kerbau ini mengandung pesan moral, kebaikan yang dibalas dengan kejahatan. Yang berbuat baik mendapat pertolongan. Sementara yang jahat akan dijauhi teman-temannya," ungkapnya.

Pada panel kedua ke kiri, relief yang menggambarkan seorang pemburu membawa kura-kura hasil buruannya. Di tengah jalan, pemburu melihat kancil lalu mengejarnya. Dia tak sadar, kura-kura bisa melepaskan diri dan kembali masuk sungai. Sementara kancil yang berusaha dikejarnya berhasil lari kabur masuk hutan.

"Pesannya, jangan serakah dengan hasil yang telah kita peroleh. Habiskan terlebih dahulu, baru ketika habis berusaha mencari lagi," jelasnya.

Sedangkan fabel yang terbaca dari tengah ke kanan menceritakan, seekor bangau dan kura-kura yang habitatnya di dekat sumber air. Ketika musim kemarau datang, mereka invasi karena sumber air mulai mengering. Kura-kura minta tolong bangau mengajaknya terbang agar bisa cepat sampai tujuan. Sang bangaupun punya cara dengan menggunakan sepotong kayu yang digigit kura-kura lalu ditaruh di paruhnya.

Bangau berpesan kepada kura-kura, selama terbang dalam perjalanan jangan sampai dia membuka mulutnya. Karena jika mulutnya terbuka, maka dia akan terlepas dari kayu dan bisa jatuh dari ketinggian.

Simak juga 'Mitos Pesisir Blitar untuk Tempat Bertemu Nyi Roro Kidul':

[Gambas:Video 20detik]



Saat di perjalanan, dua ekor serigala melihat dari bawah. Mereka mengolok-olok kura sebagai kotoran hewan yang dibawa bangau untuk membangun sarang. Kura-kura yang sakit hati diejek, marah dan tanpa sengaja membuka mulutnya untuk membela diri. Akhirnya terlepas mulutnya dari kayu dan jatuh jadi mangsa kedua srigala tadi.

"Kalau ini pesannya, diam itu emas. Dan lebih menyelamatkan kita dalam kondisi tertentu," beber Ferry.

Fabel berikutnya, seorang Brahmana sedang dalam perjalanan suci. Dia kehausan dan menimba air dari dalam sumur yang ditemui di tengah perjalanan. Sang Brahmana kaget, ketika timba sampai di atas sumur ternyata ikut terbawa seekor kera. Kera itu berpesan, jangan sampai Brahmana menyelamatkan orang jahat yang berada di dalam sumur. Kera membalas budi dengan memberikan buah-buahan untuk makan sang Brahmana.

Pada hasil menimba kedua, turut terbawa seekor ular berbisa dengan pesan yang sama. Begitu juga dengan hasil menimba ketiga, turut keluar seekor singa dan juga berpesan sama. Saat akan masuk hutan, si singa memberi Brahmana perhiasan karena dia pernah menerkam putra mahkota yang sedang berburu. Saat menimba ke empat, turut terjaring di timba seorang manusia yang ternyata seorang pandai besi.

"Karena diselamatkan, pande besi ini mempersilahkan Brahmana untuk singgah ke rumahnya. Nah di rumah pande besi, perhiasan itu diberikan oleh Brahmana. Pande besi yang paham jika itu perhiasan putra mahkota, melaporkan sang brahmana ke sang raja. Brahmana lalu ditangkap dan dipenjara karena dituduh membunuh putra mahkota," ucap Ferry menceritakan dengan detail.

relief patirtan Candi Penataran blitarRelief patirtan Candi Penataran Blitar/ Foto: Erliana Riady

Ular yang belum membalas budi kepada Brahmana lalu mengigit sang raja. Rajapun sakit akibat racun bisa ular. Dan ular bilang kepada raja bahwa yang bisa mengobatinya adalah brahmana yang sedang dipenjara.

Brahmana yang sudah diberi anti racun dari ular berhasil menyembuhkan sang Raja. Brahmanapun dibebaskan dari penjara, diberi banyak perhiasan dan bisa meneruskan perjalanan sucinya. Sedangkan pande besi dan keluarganya dihukum mati karena terbukti memfitnah Brahmana.

Fabel terakhir, adalah kisah kera yang bertapa karena ingin cantik seperti bidadari. Dalam bertapa itu, kera mendapat wisik untuk menyelam sebanyak tujuh kali ke dalam patirtan Penataran.

Ketika bercermin di patirtan Candi Penataran itu, si kera melihat wajahnya bertambah cantik usai menyelam tujuh kali. Rupanya si kera ingin bertambah cantik lagi. Dia bergegas menyelam lagi dan bercermin lagi diatas air patirtan. Ternyata, wajahnya berubah buruk menjadi kera lagi.

"Ketika orang membasuh muka memakai air patirtan itu, diharapkan bisa menangkap dan mengerti pesan moral dari fabel yang terukir mengelilingi patirtan Penataran itu," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.