Meski belum disampaikan resmi kapan pelaksanaan kuliah tatap muka 2021, beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya sudah melakukan persiapan. Seperti di PTN Universitas Airlangga (Unair) dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang sudah melakukan persiapan.
Wakil Rektor (Warek) 1 Bidang Akademik Unesa, Prof Bambang Yulianto mengatakan, untuk kesiapan tatap muka, Unesa sudah mengizinkan satu hingga dua laborat untuk mahasiswa praktikum. Namun tetap dengan protokol kesehatan ketat.
"Harus ada izin dari orang tua, lalu pengatur sangat ketat. Utamanya untuk mereka yang sedang menyusun bahan untuk artikel, itu kemarin sudah, untuk lab saja," kata Bambang saat dihubungi detikcom, Jumat (11/6/2021).
Bambang menjelaskan, kebijakan perkuliahan tatap muka untuk seluruh mahasiswa harus dibicarakan bersama PTN di Surabaya. Hal tersebut dilakukan agar nantinya kebijakan yang dilakukan bisa selaras.
"Prinsip dasarnya, kami akan bicara dan diskusi dengan PTN di Surabaya. Kami tetap akan berbicara dengan ITS, Unair, UPN dan UIN-SA. Karena kalau satu dengan yang lainnya punya kebijakan berbeda, akan berbahaya nanti. Harus kita buat sama," jelasnya.
"Tapi anak satu kelas dibagi dua, modelnya sistem block. Katakanlah kelompok 1 belajar sampai sebelum UTS, setelah UTS itu kelompok yang lainnya. Saat kelompok satu offline, kelompok dua online dan sebaliknya," ujarnya.
Sementara Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih mengatakan pihaknya selalu memantau situasi. Bila sudah ada imbauan untuk pelaksanaan kuliah tatap muka, pihaknya akan memulai dengan protokol kesehatan ketat.
"Saat ini kami bersiap saja. Kami berusaha secara optimal mana perkuliahan yang perlu dan memungkinkan untuk offline, seperti FK, Farmasi dan FKG sudah melakukan offline dengan jumlah yang dibatasi dan prokes ketat. Tapi kalau kuliah massal masih belum kami lakukan secara offline," kata Nasih.
Menurutnya, ada banyak faktor yang dipikirkan Unair saat kuliah tatap muka benar-benar dilakukan nanti. Baginya, ada beberapa risiko yang Unair masih dipertimbangkan.
"Siapa nanti yang bertanggung jawab. Baik secara psikologis maupun secara medis. Semisal ada mahasiswa yang terinfeksi dan terjadi apa-apa siapa yang akan tanggung jawab. Apakah Universitas, apakah Kota Surabaya, atau kementerian ini masih belum jelas," pungkasnya.