"Pada dasarnya destinasi wisata jumlah pengunjungnya relatif bisa dikontrol dan cenderung berpotensi menjadi tempat kerumunan. Oleh karena itu harus ada kontrol pengunjung dan menerapkan prokes serta pengawasan dalam prokes," kata dosen D3 Pariwisata Universitas Airlangga (Unair) Novianto Edi Suharno SSTPar MSi dalam Parekraf Goes to Campus di Unair, Minggu (18/4/2021).
Pembukaan destinasi wisata juga bagian dari kebijakan pemerintah kota/kabupaten dengan pertimbangan kondisi lingkungan. Pembukaan tempat wisata itu, kata Novianto, harus menekankan pada controlling protokol kesehatan. Menurut Novianto, langkah preventif untuk penularan penyebaran virus Corona juga harus ada upaya kontrol dari pengelola destinasi wisata.
"Pertama, ada pengetatan pengawasan prokes. Kedua, carrying capacity. Sehingga, sektor ekonomi dan sektor kesehatan bisa berjalan beriringan. Dengan serentak mematuhi protokol kesehatan, ekonomi bisa pulih, rakyat sehat dan selamat," ujarnya.
Novianto menjelaskan secara luas mengenai pengetatan pengawasan prokes yaitu dengan menambah SDM petugas. Di mana tugasnya mengawasi dan mengontrol melalui CCTV, serta harus ada sanksi bagi pelanggar.
Kemudian, Novianto menyarankan membatasi jumlah pengunjung. Pihak pengelola harus menentukan jumlah kuota dan durasi pengunjung yang masuk area wisata.
"Euforia pengunjung yang melepas masker untuk mengabadikan eksistensinya di destinasi wisata bisa dianggap wajar, apabila wisata bertempat outdoor dan pengunjung sesama keluarga inti. Sebab, risiko tempat wisata indoor jauh lebih besar daripada outdoor dengan sirkulasi udara yang baik," jelasnya.
Novianto juga mengajak masyarakat untuk selalu menggunakan masker. Terlebih desain masker saat ini berbeda-beda, sehingga membuat lebih menarik untuk berfoto di destinasi wisata.
"Jangan lupa jaga jarak karena terkadang banyak yang tidak mengindahkan. Ingat yang tertular itu orang lain, kita tidak pernah tahu, bisa jadi diri kita yang dapat menularkannya (virus, dan lainnya)," pungkasnya. (iwd/iwd)