Perempuan berjilbab ini lantas meminta kompensasi Rp 30 juta dari Kasnan. Karena bangunan rumah tersebut saat ini ditafsir bernilai Rp 60 juta. Dia pun berunding dengan Kasnan sambil dimediasi Pemerintah Desa Trowulan pada Kamis (10/3).
"Saya menuntut hak bangunan rumah tersebut. Nilai bangunannya kan ditafsir Rp 60 juta, saya minta setengahnya Rp 30 juta," terangnya.
Sayangnya dalam musyawarah tersebut, Kasnan tidak mampu membayar kompensasi kepada Ainun. Ibu satu anak ini lantas meminta rumah tersebut dibongkar agar sama-sama tidak bisa menikmati. "Biaya pembongkaran saya tanggung sendiri Rp 5 juta untuk bayar 10 orang dari luar kampung," jelasnya.
Rumah dengan luas sekitar 51,5 meter persegi itu dihancurkan total oleh 10 orang bayaran Ainun pada Minggu (14/3) sekitar pukul 09.00 WIB. Kini rumah permanen tersebut rata dengan tanah.
"Saya puas sekarang setelah rumah itu diambrukkan. Saya tidak minta hasil pembongkaran rumah itu, karena itu uang panas," cetus Ainun.
Kasnan membenarkan rumah yang selama ini dia huni hasil kerja keras dirinya dengan mantan istrinya, Ainun. Kala itu dirinya bekerja sebagai tukang kayu. Sedangkan istrinya membuka jasa jahit baju.
"Saat itu habisnya bersama istri sekitar Rp 10 juta untuk membangun rumah ini. Bata merah sebagian dibantu almarhum bapak saya," ungkapnya.
Meski begitu, Kasnan mengikhlaskan tempat tinggalnya yang digempur habis mantan istrinya. Dia hanya meminta Ainun membersihkan puing-puing bangunan yang masih berserakan di lokasi.
"Saya minta puing-puing bangunan ini dibersihkan. Karena saudara-saudara saya mau membangunkan rumah seadanya untuk saya. Saya tidak tahu kapan ini dibersihkan," tandasnya.
(fat/fat)