Ketua MUI Banyuwangi KH Muhammad Yamin mengingatkan kepada Perdunu Indonesia terkait Fatwa MUI tentang perdukunan. Fatwa itu dikeluarkan oleh Ketua MUI pada masa itu, yakni KH Ma'ruf Amin yang saat ini menjadi wakil presiden RI.
"Dalam klarifikasi kita sudah mengingatkan adanya fatwa MUI yang melarang perdukunan dan peramalan. Sudah saya sampaikan disana. Fatwa itu dikeluarkan pada masa KH Ma'ruf Amin yang saat ini menjadi Wakil Presiden RI. Coba dipikir kembali," ujar Kiai Yamin kepada detikcom, Rabu (10/2/2021).
MUI sendiri sudah menerbitkan fatwa yang melarang praktik perdukunan. Hal tersebut tertuang dalam fatwa MUI nomer 2/MUNAS/VII/MUI/6/2005 tentang fatwa larangan perdukunan dan peramalan.
"MUI itu ada strukturnya. Mulai dari pusat, provinsi hingga Kabupaten. Jadi kami tetap merujuk hal itu," tambahnya.
Menurut Kiai Yamin, sayang sekali jika nama Banyuwangi kembali negatif setelah munculnya istilah santet dan dukun.
"Jangan lagi kita kembali di masa 10 tahun lalu. Ketika Banyuwangi masih dihantui nama santet dan dukun," tambahnya.
"Tentu kita akan rapat. Hasil rapat akan kita laporkan ke Propinsi dan pusat," pungkasnya.
Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu) Indonesia akhirnya memutuskan untuk menghapus istilah Santet dalam Festival Santet, yang beberapa hari ini menjadi pergunjingan masyarakat. Tapi mereka tetap menggunakan kata dukun dalam perkumpulan yang mewadahi para dukun tersebut.
Seperti diketahui, beberapa hari terakhir, masyarakat Banyuwangi dihebohkan dengan munculnya Perdunu. Pasalnya, organisasi yang mengaku sebagai perkumpulan dukun ini berencana menggelar Festival Santet sebagai program kerjanya.
Sontak hal tersebut menuai protes dari sejumlah pihak. Festival Santet dinilai kontroversi dan dapat merusak citra Banyuwangi sebagai Kota Pariwisata. Tak hanya itu, festival tersebut dianggap akan membuka luka lama atas Tragedi Santet Banyuwangi 1998.
Perdunu kemudian diminta agar mengganti penggunaan istilah santet dan dukun yang menjadi nama organisasi tersebut. Terlebih, MUI sudah mengeluarkan fatwa yang melarang praktik perdukunan.