Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu) Indonesia mendeklarasikan diri di Banyuwangi. Sebanyak 10 orang membuat wadah bagi pada dukun hingga paranormal agar menjadi referensi bagi masyarakat.
Deklarasi ini salah satu tujuannya adalah agar masyarakat terhindar dari penipuan dukun palsu. Namun, adanya Perdunu ini dinilai mencederai citra Banyuwangi yang sudah terkenal dengan wisata dan festivalnya.
Tak hanya itu, Perdunu Indonesia seolah membuka luka lama masyarakat Banyuwangi yang trauma dengan adanya tragedi pembantaian dukun santet yang terjadi pada tahun 1998.
"Tentu hal ini membuka luka lama tragedi pembantaian dukun santet di Banyuwangi. Kala itu memang mencekam makanya saat ada kata dukun dan Festival Santet, itu membuat ingatan kembali di masa itu," ujar Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi M Ridho, Rabu (10/2/2021).
Saat itu, kata Ridho, dirinya di staf informasi dan pendataan. Pada saat itu banyak laporan pengrusakan dan penganiayaan yang berujung kematian orang yang diduga dukun santet.
"Banyak jumlahnya. Tapi saya belum pernah mendata detail,"ujarnya.
Sementara itu, pemerhati sejarah Banyuwangi yang terlibat dalam penelitian Komnas HAM Suhalik mengatakan dirinya pernah memperkirakan jumlah orang yang dibantai karena diduga dukun santet itu berjumlah 156 orang. Jumlah itu dimungkinkan bertambah, karena masih banyak aksi kisruh yang terjadi sehingga semuanya tak terdata.
"Ada yang dibunuh pada saat itu. Ada pula yang melarikan diri, kemudian kembali dan dibunuh dengan cara dibantai," ujar Suhalik kepada detikcom, Selasa (9/2/2021).
Munculnya pembantaian dukun santet itu, kata Suhalik, diawali dengan munculnya isu pria kekar bertopeng yang dinamai oleh masyarakat ninja. Mereka melakukan aksi pembunuhan terhadap dukun santet. Setelah itu muncul isu santet itu sendiri sehingga mengakibatkan gelombang massa mempercayai isu itu. Sehingga masyarakat tergerak untuk melakukan pembantaian.
"Diawali adanya ninja. Mereka melakukan pembunuhan di pinggir Kecamatan Kabat. Kemudian berlanjut ke beberapa tempat," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua komunitas Pegon, Bahrurohim mengatakan jumlah warga yang dibantai karena diduga memiliki ilmu santet di Banyuwangi berjumlah sekitar 101 orang. Sementara 7 orang bunuh diri karena dituduh memiliki ilmu santet.
"Data dari arsip PCNU Banyuwangi sebanyak 101 orang dibantai. Kebanyakan 96 orang adalah warga Nahdlatul Ulama (NU). Sebagian adalah guru ngaji di musala," ujar Bahrurohim.
Aksi brutal itu, kata pria yang biasa dipanggil Ayung itu, mengatakan tragedi itu mulai terjadi pada bulan September hingga Oktober 1998. Situasi mencekam dan bringas menghantui tiap sudut Banyuwangi. Puluhan korban berjatuhan dengan cara mengenaskan. Ada yang dimassa, ada pula yang dibantai oleh sosok-sosok misterius.
"Untuk bulan September jumlahnya 70-an lebih. Sementara bulan Oktober tergenapi 101 korban yang disampaikan pada saat pertemuan dengan Pangdam V/Brawijaya dan Kapolda Jatim di Ponpes Daarut Tauhid Langitan Tuban," tambahnya.
Korban ialah mereka yang tersohor dituduh sebagai dukun santet. Tak hanya itu, para guru ngaji langgar yang merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) juga tak luput jadi sasaran. Pembantaian ini kemudian dikenal sebagai Tragedi Pembantaian Banyuwangi 98.