"Penyidik berkesimpulan dugaan kasus ini tidak cukup bukti dan harus dihentikan. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim Rudi Irmawan kepada wartawan, Jumat (29/1/2021).
Dihentikannya penyidikan, lanjut Rudi, telah tertuang dalam Surat Perintah (Sprint) Kajati Jatim Nomor 2246. Adapun surat tersebut telah dikeluarkan pada 15 Desember 2020 lalu.
"Maka mengacu pada Pasal 109 ayat 2 KUHAP dan Pasal 77 KUHP, penyidikan kasus ini harus dihentikan demi hukum," ujar Rudi.
Menurut Rudi, selain kurang bukti, aset YKP yang mencapai Rp 10 triliun juga telah dikembalikan ke Pemkot Surabaya. Atas dasar itu, Kejati menilai unsur menguasai dan memiliki telah hilang.
"Penyerahan penguasaan dan pengelolaan YKP kepada Pemkot Surabaya telah menghilangkan unsur ingin memiliki atau menguasai yayasan. Sehingga di situ tidak ditemukan adanya unsur kerugian negara. Mereka menyerahkan pengelolaan secara sukarela, menurut UU tentang yayasan," jelasnya.
Meski begitu, terang Rudi, kasus tersebut berpeluang akan bisa dibuka kembali di masa datang. Asalkan di kemudian hari ditemukan barang bukti baru.
"Bila ada bukti baru bisa kita buka kembali. Jadi, tidak close total begitu saja. Berdasarkan bunyi dalam klausul SP3," tambah Rudi.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menggeledah kantor Yayasan Kas Pembangunan (YKP) di Jalan Sedap Malam, Surabaya. Penggeledahan dilakukan sehubungan dengan dugaan kasus korupsi.
"Kita sedang melakukan penyidikan kasus korupsi dalam YKP dan PT YKP ini kita sedang menggeledah dokumen-dokumen supaya memudahkan kelancaran kita dalam pemberkasan nanti," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Didik Farhan Alisyahdi kepada wartawan di lokasi, Selasa (11/6/2019).
Menurut Didik, dalam penggeledahan itu pihaknya menerjunkan 2 tim, masing-masing untuk YKP dan PT YKP. Dari penggeledahan itu, pihaknya berharap bisa mendapatkan barang bukti baru tambahan. (sun/bdh)