Menurutnya, jika RS Darurat COVID-19 berada di perbatasan, maka minimal jika terdapat pasien hendak masuk ke Surabaya bisa ditampung di sana. Sehingga, pasien dan keluarga tidak perlu langsung ke tengah kota.
Whisnu pun telah mengusulkan ke Gubernur Khofifah untuk mendirikan RS darurat di setiap perbatasan kota. Sebab, dapat dilakukan screening terlebih dahulu sebelum masuk tengah kota.
"Akan lebih bagus jika ini di perbatasan kota. Tadi diusulkan juga kalau ini bisa dibuka. Kita usulkan ke Gubernur juga di perbatasan-perbatasan, perbatasan utara dan barat juga ada RS darurat yang bisa nampung," jelasnya.
Mengingat RS di Surabaya sempat mengalami luapan pasien COVID-19. Bahkan 50 persen di antaranya berasal dari luar kota. "Otomatis keluarga pasien juga masuk. Kan kita nggak tahu situasinya seperti apa. Kalau bisa dicegah di perbatasan ini kan lebih clear lagi," ujarnya.
Lokasi RS Darurat COVID-19 sendiri tidak jadi satu langsung dengan Mal Cito. Melainkan dipisahkan oleh gedung. Maka, orang sehat dan sakit akan terpisah.
"Saya sarankan kalau dibuka ya harus terpisah pintu masuknya. Kalau ke mal kan ada sedikit bersentuhan dengan lobby rumah sakit, kalau bisa digeser ya digeser. Sekarang dibatasi agar RS dan mal bisa terpisah. Kalau secara teknisnya bisa lah dilakukan cepat. Parkirannya juga sudah terpisah di samping," urainya.
Direktur Grup Siloam, dr Anang Prayudi mengharapkan bisa bekerja sama dengan Pemkot Surabaya. Sebab, RS darurat ini khusus COVID-19, karena terdapat sistem negatif pressure.
Ada tiga lantai yang disiapkan. Namun pihaknya juga mengantisipasi lonjakan pasien, sehingga akan menambah bed di lantai empat. Tenaga kesehatan juga telah disiapkan.
"Kesiapan nakes kita siapkan saat ini sejumlah 96 dan itu ada supervisi dari RS kita di Gubeng dan Jember. Tadi (dinkes) sempat wanti-wanti kami jangan sampai menarik yang ada dan mengorbankan yang sana. Kalau bisa rekrut baru, tapi disupervisi dari kakak Siloam," pungkasnya.
(sun/bdh)