Surat resmi bernomor 145/KPB/1/2021 ini dikirim oleh Koperasi Putera Blitar (KPB), asosiasi peternak layer di Blitar. Surat telah dikirimkan tanggal 11 Januari lalu kepada Mensos Tri Rismaharini. Isinya, mereka meminta Mensos kembali mengadakan pembagian bahan pangan non tunai (BPNT). Baik untuk PKH, BST, maupun BLT.
Selain itu, mereka meminta Mensos menyerahkan pengadaan telur kepada Koperasi Putera Blitar karena asosiasi ini menggunakan acuan harga telur berdasarkan Permendag. Yakni dengan harga eceran di tingkat peternak di kisaran Rp 19.000-21.0000 per kg.
"Kami berpikir, cara ini solusi untuk mengatasi harga telur yang terus menurun sejak awal tahun ini. Karena jika stok telur diserap Kemensos, maka bisa mengatrol harga di pasar basah atau pasar tradisional," kata Ketua KPB, Sukarman kepada detikcom, Rabu (27/1/2021).
Baca juga: Heboh Telur Berlafaz Allah di Blitar |
Karman menilai sejak perubahan kebijakan Mensos mengganti BPNT menjadi bantuan tunai, menjadi pemicu anjloknya harga telur. Pasalnya, dengan jumlah produksi dan permintaan stabil, pedagang pasar basah bisa seenaknya sendiri menentukan harga.
"Dulu misal dari Jabar minta dikirim, kami bisa mengatrol harga dengan bilang, ini diminta Kemensos Rp 19 ribu. Sehingga pasar akan nurut kami lepas stok di harga Rp 19 ribu. Kalau sekarang, suka-suka mereka menentukan harga. Sedangkan kemampuan financial peternak tidak sama untuk menyimpan stoknya," ulas Karman.
Namun dengan tidak dipakainya telur dalam bantuan pangan non tunai, para peternak ayam petelur skala kecil rela melepas stok panen mereka mengikuti harga pasar. Harga telur di tingkat peternak, hari ini di kisaran Rp 16.500 sampai 16.600 per kg. Sedangkan harga di pasar basah Rp 21.000-22.000 per kg.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 7 tahun 2020 tentang Harga Acuan Penjualan di tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Aturan tersebut menetapkan harga batas bawah pembelian daging ayam ras dan telur ayam ras di tingkat peternak menjadi Rp 19.000 dan harga batas atas pembelian di peternak Rp 21.000 per kg. Padahal, aturan ini dibuat ketika harga pakan masih di kisaran Rp 5.300 per kg. Sedangkan hari ini, harga pakan telah naik menjadi Rp 6.300 per kg.
"Kalkukasi peternak gak rugi itu, harga pakan kali 3,5. Jadi Rp 6.300x3,5=Rp 22.000. Segitu seharusnya harga telur hari ini dari kandang atau peternak ayam. Kalau tidak ada kebijakan pemerintah untuk mengontrol harga telur, ya ndak tahu sampai kapan kami mampu bertahan," tandasnya.
Karman sangat menyadari ditiadakannya BPNT karena ditemukannya kasus korupsi. Namun perubahan kebijakan menjadi bantuan tunai, berimbas sangat besar bagi pelaku UKM seperti dirinya. Dulu dengan adanya BPNT, semua produk UKM terserap dengan harga minimal sesuai biaya produksi.
"Belum ada respon ini dari Mensos. Ya biar ndak dikorupsi, semua ikut mengawasi, jangan ikutan kolusi. Kalaupun tetap tidak ada perubahan kebijakan, saya minta satgas pangan bekerja memantau harga pasar. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus turun langsung," pungkasnya. (iwd/iwd)