Tulungagung - Produsen
keripik tempe di Tulungagung memilih tidak menaikkan harga jual, meski harga kedelai meroket. Mengapa demikian?
Salah seorang pengusaha keripik tempe, Supriyanto, warga Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung mengatakan, kenaikan harga kedelai impor yang hampir mencapai Rp 10 ribu/kilogram, dinilai cukup berdampak pada keuntungan usahanya.
Meski demikian, Supri tetap memilih bertahan dan terus memproduksi keripik tempe. Bahkan pihaknya tidak menaikkan harga jual keripik tempe di tingkat tengkulak maupun eceran.
"Untuk harga jual tidak naik, tetap Rp 35 ribu/kilogram untuk eceran. Sedangkan kalau grosir harganya beda," kata Supriyanto, Rabu (6/1/2021).
Menurutnya, keputusan tidak menaikkan harga dilakukan karena ingin menjaga daya beli konsumen. Pihaknya khawatir jika harga dinaikkan justru akan membuat konsumen lari.
"Pilihannya ya mengurangi keuntungan, daripada ditinggalkan konsumen," ujarnya.
Supriyanto menjelaskan, kenaikan harga kedelai impor telah terjadi sejak dua bulan terakhir. Peningkatan harga tersebut berlangsung secara bertahap, mulai dari Rp 7.500 hingga menembus hampir Rp 10.000/kilogram.
Meskipun terjadi lonjakan harga, stok kedelai di pasaran dinilai masih aman dan cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi keripik tempe di rumahnya. "Stok masih ada, cukup lah kalau untuk produksi. Tapi kalau ambilnya banyak ya nggak ada," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini