PP itu memuat tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap Anak.
Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Prof Bagong Suyanto mengaku setuju dengan langkah Jokowi. Bahkan menurutnya, dari sisi korban hukuman kebiri kimia bagi predator seksual itu masih kurang sepadan.
"Itu dari perspektif korban layak untuk dilakukan. Sebagian orang tidak setuju kebiri kimia lebih karena nilai-nilai macho, maskulinitas laki-laki dan dianggap menyerang bagian dari maskulinitas laki-laki," papar Bagong kepada detikcom, Rabu (6/1/2021).
"Jadi menurut saya pribadi setuju. Bahkan itu tidak sepadan dengan penderitaan korban. Karena kebirinya itu kan ada kurun waktunya. Gak seumur hidup," imbuhnya.
Meski begitu, Bagong juga mengingatkan kendala dalam pelaksanaannya. Sebab selain dikebiri, predator juga akan ditandai dengan alat pendeteksi elektronik dan identitasnya diumumkan.
"Ya pasti ada masalah. Karena dengan ditandai itu kan juga tidak menutup kemungkinan risiko pelaku juga menjadi korban penghakiman masyarakat karena kelihatan," terang Bagong.
"Bagi pelaku memang itu menutup kemungkinan untuk bertobat ketika masuk ke lingkungan masyarakat normal. Tapi itu juga dibaca pemerintah sebagai untuk membuat jera pelaku supaya tidak terulang lagi," lanjut Bagong.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi menandatangani PP Kebiri untuk Predator Seksual. PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak pada 7 Desember 2020.
"Bahwa untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OL6 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak," demikian bunyi pertimbangan PP 70/2020 yang dikutip detikcom, Minggu (3/1).