Muh Aris menjadi orang pertama di Indonesia yang menerima hukuman kebiri kimia. Namun tahukah anda, pemuda berusia 22 tahun asal Kabupaten Mojokerto itu mempunyai peluang untuk lolos dari kebiri kimia.
Disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 70 tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak pada 7 Desember lalu memang menjadi babak baru kontroversi hukuman kebiri kimia di Indonesia. Melalui PP ini, pemerintahan Jokowi ingin melaksanakan hukuman yang takbanyak diterapkan di dunia tersebut.
Hanya saja terdapat celah pada PP nomor 70 yang memberi peluang bagi predator anak, seperti Aris untuk lolos dari kebiri kimia. Karena terpidana tidak serta merta menjalani tindakan tersebut setelah bebas dari pidana pokok.
Aris harus lebih dulu menjalani rangkaian penilaian klinis. Penilaian klinis ternyata menjadi tahap awal pelaksanaan kebiri kimia. Pada pasal 7 ayat (2) PP nomor 70 tahun 2020 dijelaskan penilaian klinis meliputi wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Tahap ini dilakukan oleh tim medis dan psikiatri yang ditunjuk jaksa bersama Kemenkes paling lambat 9 bulan sebelum Aris bebas dari pidana pokok. Yaitu pidana pokok 12 tahun penjara terhitung sejak dia ditahan pada Mei 2018.
Penilaian klinis yang akan menentukan Aris layak atau tidak menjalani hukuman kebiri kimia. Tentu saja untuk melakukan penilaian klinis terhadap Aris, tim medis dan psikiatri membutuhkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang mengatur kriteria layak atau tidaknya seorang terpidana dihukum kebiri kimia.
"Itu (kriteria layak atau tidak narapidana dikebiri kimia) di PP nomor 70 belum dijelaskan, akan dijelaskan di peraturan menterinya (Permenkes)," kata Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Ivan Yoko kepada wartawan di kantornya, Jalan RA Basuni, Kecamatan Sooko, Selasa (5/1/2021).
Pada tahap penilaian klinis inilah Aris berpeluang lolos dari kebiri kimia. Yaitu jika tim medis dan psikiatri menyatakan pemuda asal Dusun Mengelo Tengah, Desa/Kecamatan Sooko tersebut tidak layak menjalani kebiri kimia.
"Memang diatur dalam PP nomor 70 kalau hasil uji klinis dia tidak memenuhi syarat, maka ditunda 6 bulan untuk dilakukan uji klinis lagi. Dia bisa lolos atau tidak, tergantung uji klinis yang dilakukan Kemenkes," terang Ivan.
Jika Aris kembali dinyatakan tidak layak dikebiri kimia pada penilaian klinis ulang, jaksa hanya diminta membuat pemberitahuan tertulis ke Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto dengan melampirkan hasil penilaian klinis ulang serta kesimpulan ulang dari tim medis dan psikiatri.
Ketentuan tersebut diatur pada pasal 10 ayat (3) PP nomor 70 tahun 2020 yang berbunyi 'Dalam hal penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih tetap menyatakan pelaku persetubuhan tidak layak maka jaksa memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dengan melampirkan hasil penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang'. Proses selanjutnya tidak dijelaskan di PP tersebut.
Jika dinyatakan layak, maka Aris harus merasakan kebiri kimia. Pasal 9 huruf c PP nomor 70 tahun 2020 tegas mengatur, pelaksanaan kebiri kimia dilakukan segera setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok. Artinya, Aris baru dikebiri setelah dia selesai menjalani pidana pokok.
Kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain untuk menekan hasrat seksual berlebih yang disertai rehabilitasi. Kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun.
Aris divonis bersalah melakukan kejahatan seksual terhadap anak-anak oleh majelis hakim PN Mojokerto pada 2 Mei 2019. Pemuda warga Mengelo Tengah, Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto ini dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hakim juga memberi hukuman tambahan terhadap Aris berupa kebiri kimia. Pemuda 22 tahun itu pun mengajukan banding. Namun, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 18 Juli 2019 menguatkan vonis PN Mojokerto. Putusan tersebut dinyatakan inkrah sehingga Aris tetap diberi hukuman tambahan kebiri kimia.
Untuk memberi hukuman kebiri kimia terhadap Aris, hakim berpedoman pada pasal 81 ayat (7) UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasalnya, pemuda 22 tahun ini telah memerkosa 9 anak dalam kurun waktu 2015-Oktokber 2018. Para korban menderita robek dan pendarahan pada alat vitalnya.
Tidak hanya itu, Aris juga diadili karena memerkosa 1 anak di wilayah hukum Polres Mojokerto Kota. Dia divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan oleh PN Mojokerto pada 20 Juni 2019. Vonis ini baru diterapkan terhadap Aris setelah dia menjalani hukuman dalam vonis pertama.