Makam Kanjeng Jimat Pacitan: Tempat Cari Ketenangan hingga Area Olahraga

Urban Legend

Makam Kanjeng Jimat Pacitan: Tempat Cari Ketenangan hingga Area Olahraga

Purwo Sumodiharjo - detikNews
Minggu, 03 Jan 2021 12:53 WIB
Jalan menanjak menjadi rute awal menuju makam Kanjeng Jimat. Makam yang kerap didatangi pezirah hingga dari mancanegara.
Tangga menuju Makam Kanjeng Jimat di Pacitan/Foto: Purwo Sumodiharjo
Pacitan -

Jalan menanjak menjadi rute awal menuju makam Kanjeng Jimat. Makam yang kerap didatangi pezirah hingga dari mancanegara.

Dalam 400 meter pertama, jalan berlapis paving. Di kanan kirinya terdapat kompleks pemakaman umum. Selanjutnya, ada 180 anak tangga sebelum mencapai puncak Giri Sampurno, tempat bersemayam jasad Kanjeng Jimat, tokoh yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Pacitan.

Setibanya di puncak, sebuah bangunan berbentuk rumah langsung terlihat. Ada pintu utama yang selalu terkunci. Di sebelah kirinya ada sebuah musala lengkap dengan tempat wudhu.

detikcom sengaja berjalan kaki dari gapura yang berada di tepi jalan raya. Tentu saja rasa lelah dan cucuran keringat mewarnai perjalanan melewati rute menanjak itu. Lumayan jauh, sekitar 300 meter.

Tiba di pelataran makam, rasa lelah mendadak sirna. Semilir angin di antara rindang pepohonan membuat tubuh kembali bugar. Penat segera tergantikan dengan suasana damai dan khidmat.

Begitulah situs Makam Kanjeng Jimat di Dusun Kebonredi, Desa Tanjungsari, Kecamatan Kota Pacitan. Tempat nan teduh di area setinggi 80 mdpl.

"Pada hari biasa pun banyak peziarah yang datang. Mereka dari mana-mana. Bukan hanya dari Indonesia tapi juga mancanegara," ucap Agus Jatmiko (50) juru kunci makam kepada detikcom, Minggu (3/1/2021).

Saat paling ramai kunjungan, lanjut Agus, adalah menjelang Ramadhan. Berikutnya adalah hari-hari usai Idul Fitri. Adapun kunjungan rutin yang kerap dilakukan peziarah biasanya pada malam Jumat.

Umumnya, lanjut Agus, pengunjung memiliki keterkaitan sejarah dengan Kabupaten Pacitan. Sebagian dari mereka juga mengaku masih memiliki rumpun keluarga dengan almarhum. Selebihnya memang sengaja datang untuk berziarah.

"Saya pernah memandu pengunjung dari Jepang. Ada juga yang berasal dari Spanyol dan Australia," tutur Agus yang menjadi penerus ayahnya menjadi juru kunci.

Beberapa kali mengunjungi situs sejarah tersebut, detikcom pernah bertemu beberapa peziarah dari sejumlah wilayah di Tanah Air. Seperti Jakarta, Bandung, Panarukan, bahkan ada pula peziarah asal Pulau Dewata.

Di antara mereka ada yang datang rombongan dengan kendaraan roda empat. Ada pula yang datang dalam jumlah kecil. Mereka mengendarai sepeda motor dan diparkir di pelataran bawah.

"Saya berangkat dari Bali lalu ke Gresik dan Pekalongan. Insyaallah Pacitan ini jadi tujuan terakhir perjalanan," ucap seorang pria berbaju batik dan berkopiah yang mengaku warga Gianyar, Bali.

Memang tak dapat dimungkiri keberadaan makam Kanjeng Jimat menjadi magnet bagi peziarah. Peran penting almarhum dalam sejarah Islam di Pacitan menempatkannya menjadi tokoh yang sangat disegani.

Tak heran, banyak pengunjung berdatangan. Mulai sekadar napak tilas, berziarah, berdoa, hingga ngalap berkah. Medan menuju lokasi yang cukup menantang juga menjadi rute olah raga bagi warga setempat.

Tujuan Pencari Ketenangan

Jalan menanjak menjadi rute awal menuju makam Kanjeng Jimat. Dalam 400 meter pertama, jalan berlapis paving, di kanan kirinya terdapat kompleks pemakaman umum.Makam Kanjeng Jimat/ Foto: Purwo Sumodiharjo

Tak hanya bagi mereka yang hendak berziarah, tempat itu juga jadi pilihan saat seseorang ingin menjauhkan diri dari hiruk pikuk kehidupan modern. Suasana sepi serta hawa yang sejuk membuat pikiran tenang. Belum lagi kadar oksigen di puncak bukit melimpah membuat tubuh terasa lebih bugar.

"Waktu masih sekolah dulu saya rutin naik ke makam Eyang (Kanjeng Jimat). Biasanya sambil bawa buku untuk belajar," kenang Sri Wahyu Nurhadi Kusumo, warga Pacitan yang kini bermukim di Ibu Kota AS, Washington DC.

Kala itu, lanjut pria yang karib disapa NHK, dirinya masih duduk di bangku SMP. Tanpa ada yang menyuruh NHK kecil mendadak ingin datang ke kompleks makam tersebut. Merasa bisa belajar dengan tenang di tempat itu akhirnya datang ke makam menjadi kebiasaan.

Anehnya, meski tanpa mengajak teman NHK tak merasa takut. Padahal saat itu kondisi alam sekitar makam masih dipenuhi pepohonan lebat. Jalan menuju lokasi juga masih berupa tanah yang licin saat musim hujan.

"Di sana bawaannya tenang. Jadi kalau dipakai belajar cocok banget. Biasanya pulang kulit belang-belang bekas gigitan nyamuk," ucapnya seraya menjelaskan jika pelajaran favoritnya di sekolah adalah Matematika dan Bahasa Inggris.

Hal senada disampaikan Bupati Pacitan, Indartato. Pimpinan daerah yang menjabat dua periode itu mengaku dulunya kerap menghabiskan waktu naik ke kawasan makam. Kegiatan itu rutin dilakukan tiap Jumat pagi untuk berolah raga.

Aktivitas mingguan itu, lanjut Pak In, menjadi rutinitas saat dirinya masih menjabat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan. Letak kantor di Jalan Dr Sutomo yang berdekatan dengan gapura masuk makam memudahkan akses menuju ke puncak.

"Kadang saya sendiri naik, kadang juga ditemani staf," tuturnya kepada detikcom.

Sejak tahun 2010 Indartato resmi menjabat Bupati Pacitan. Jabatan sama yang pernah disandang Kanjeng Jimat. Entah kebetulan atau tidak, berawal dari kebiasaan datang ke makam bupati kini Indartato mendapat amanah memimpin wilayah.

Hanya saja intensitas Pak In mengunjungi makam Kanjeng Jimat tak sesering dulu. Padatnya kegiatan menjadi alasan berkurangnya jadwal olahraga. Momen tahunan yang tak terlewatkan adalah ziarah menjelang Hari Jadi Pacitan tiap Bulan Februari.

"Ziarah makam (Kanjeng Jimat) memang merupakan agenda rutin tiap Hari Jadi. Itu merupakan wujud bakti dan penghormatan kita atas jasa para leluhur," ucapnya.

Seperti diketahui, Kanjeng Jimat merupakan Bupati ketiga Pacitan. Dia dilantik menggantikan Setroketipo, bupati sebelumnya. Gelar Jogokaryo pun melekat selama sang tokoh memangku jabatan tertinggi di belahan pesisir selatan Pulau Jawa.

Kanjeng Jimat juga dikenal sebagai penyebar agama Islam yang berasal dari daerah Arjowinangun. Sebuah perkampungan di timur Sungai Grindulu yang belakangan berdiri Pondok Pesantren Nahdhatus Suban.

Halaman 2 dari 3
(sun/bdh)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.