Istilah Kadrun-Kampret, Ini Kata PWNU Jatim

Istilah Kadrun-Kampret, Ini Kata PWNU Jatim

Faiq Azmi - detikNews
Kamis, 17 Des 2020 19:39 WIB
PWNU Jatim angkat bicara terkait kemungkinan lockdown atau karantina wilayah. PWNU Jatim menilai, kebijakan itu akan berdampak besar terhadap ekonomi.
KH Mustamar (Foto file: Amir Baihaqi/detikcom)
Surabaya - Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo meminta semua pihak menghentikan sebutan 'kadrun' dan 'kampret'. Bagi Gatot, sebutan itu telah melecehkan Tuhan Yang Maha Esa.

Ketua PWNU Jatim, KH Marzuki Mustamar menilai sebutan itu bergantung pada kondisi yang ada. Masyarakat awam tidak bisa dikendalikan untuk mengekspresikan apa yang mereka lihat.

"Masyarakat awam sulit dikendalikan, mereka kan membahasakan, mengekspresikan, mengungkapkan lewat tulisan (dari) apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan," ujar Marzuki saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (17/12/2020).

Marzuki menjelaskan ungkapan-ungkapan tersebut merupakan ekspresi dari kondisi yang ada. Ia menilai, ungkapan itu keluar dari masyarakat ketika ada kelompok yang merasa paling Islam.

"Selagi ada kelompok yang sok paling Islam, lalu perilaku keislaman yang dia klaim sampai melanggar rasa kemanusiaan, bisa membahayakan kerukunan bangsa yang majemuk ini, mencederai hati. Mereka tidak merasa hidup di Nusantara, Indonesia. Nah kita tidak bisa melarang orang awam mengekspresikan situasi seperti itu dengan kata mereka," jelasnya.

Marzuki menyampaikan, bila ada kemauan dari semua pihak untuk bersatu demi NKRI, maka kecil kemungkinan akan muncul masyarakat yang menyebut kadrun atau kampret.

"Kalau ada kemauan baik dari semua pihak, dari pemerintah juga bisa mengkondisikan mereka. Lalu kelompok mereka juga menahan diri, tidak sok-sok paling Islami, mengkafirkan orang lain, tidak mengkafirkan demokrasi dan lainnya," terangnya.

"Nah kalau ada kelompok yang dulu begitu bisa menahan diri adem ayem, bisa berbangsa negara, sudah satu visi misi, apa pun agama keyakinanmu untuk negara, tetap NKRI harga mati. Kalau misalnya sudah seperti kayak itu, tidak ada kayak kemarin-kemarin, tentu masyarakat mesti akan diam dan tidak membuat kalimat seperti itu. Dan sekali lagi masyarakat awam sulit dikendalikan, mereka kan membahasakan, mengekspresikan, mengungkapkan lewat tulisan, apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan," lanjutnya.

Marzuki menyampaikan PWNU Jatim tidak bisa melarang, menyuruh, atau memprovokasi masyarakat untuk berucap demikian. Karena itu ekspresi mereka. Pada dasarnya, untuk perbuatan kebaikan, PWNU menyetujuinya tapi dengan catatan semua pihak bersama-sama untuk NKRI.

"Kami sangat setuju, tapi ayo bareng, dari semua pihak. Kalau Islam di NU dan Muhammadiyah, ada berbeda pendapat tapi tidak saling mengkadrunkan kan. Untuk NKRI sama mendukung keutuhan bangsa," ungkapnya.

"Kami tidak bisa menanggapi. Kami tidak bisa menyuruh juga. Tidak memprovokasi, tidak melarang juga. Tergantung situasi, tergantung mereka, sesuai ekspresi mereka. Terserah masyarakat, kami tidak menanggapi," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.