Akhir Drama Black Campaign di Pilbup Mojokerto

Akhir Drama Black Campaign di Pilbup Mojokerto

Enggran Eko Budianto - detikNews
Minggu, 13 Des 2020 13:17 WIB
black campaign di mojokerto
Selebaran yang disebarkan di Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Kasus penyebaran selebaran yang diduga bermuatan kampanye hitam (black campaign) di Pilbup Mojokerto berjalan dramatis. Namun, kasus ini berakhir tanpa seorang pun diseret ke ranah pidana.

Drama bermula dari Desa Gembongan, Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto pada H-5 pemungutan suara, Jumat (4/12). Emak-emak berinisial SM (49) dan AN (39) kepergok warga saat sibuk menyebarkan selebaran di jalan kampung tersebut sekitar pukul 23.00 WIB.

Emak-emak warga Desa Beratwetan, Kecamatan Gedeg itu langsung diamankan warga sekaligus simpatisan paslon nomor urut 1, Ikfina Fahmawati-Muhammad Albarraa (Ikbar). Karena selebaran yang mereka sebarkan menyudutkan Ikbar. Keributan menjelang tengah malam pun terjadi.

Beruntung kepala desa, Bhabinkamtibmas dan pengawas kelurahan/desa (PKD) sigap membawa kedua pelaku ke Mapolsek Gedeg. Emak-emak penyebar selebaran itu diinapkan satu malam di kantor polisi untuk mencegah keributan susulan.

Sekitar 1,5 jam kemudian, Sabtu (5/12) sekitar pukul 00.30 WIB, 500 lembar selebaran yang sama bertebaran di jalan Desa Sumengko, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto. Para saksi sekaligus simpatisan Ikbar berhasil mengidentifikasi tiga pria sebagai pelakunya. Yaitu berinisial AR (19), NR (22) dan BA (22), ketiganya warga Desa Sumengko.

Mereka sempat diklarifikasi simpatisan Ikbar yang difasilitasi Panwascam Jatirejo, polisi dan Kepala Desa Sumengko. Hari itu juga, simpatisan Ikbar dari Desa Gembongan dan Sumengko beramai-ramai melapor ke Bawaslu Kabupaten Mojokerto. Mereka menuntut lembaga pengawas Pemilu membongkar aktor intelektual di balik penyebaran selebaran tersebut.

Selebaran yang disebarkan kelima pelaku menyerang pasangan Ikbar. Selebaran tersebut berjudul 'Dinasti Koruptor Hentikan!'. Pada bagian isi menampilkan foto Eks Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) saat ditahan KPK terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Disebutkan pula MKP adalah suami Ikfina yang merupakan Cabup nomor urut 1. Selebaran ini juga berisi ajakan kepada masyarakat agar memilih dengan cerdas berdasarkan rekam jejak dan visi misi pada Pilbup Mojokerto 9 Desember lalu.

Simak juga video 'Bawaslu RI: Angka Partisipasi Masyarakat pada Pilkada Serentak Turun':

[Gambas:Video 20detik]



Setelah melakukan rapat pleno, Bawaslu meregistrasi kedua laporan tersebut sebagai indikasi kampanye hitam, Minggu (6/12). Karena syarat formal dan material kasus ini terpenuhi. Mereka lantas bekerja secara maraton bersama Sentra Gakkumdu untuk memeriksa 19 saksi, termasuk 5 penyebar selebaran. Keterangan ahli bahasa dari Unesa dan ahli pidana Unair menjadi kunci dalam kasus ini.

Tepat sepekan pasca insiden di Gembongan, Bawaslu dan Sentra Gakkumdu menutup kasus ini. Keputusan tersebut diambil dalam rapat pembahasan kedua di kantor Bawaslu Kabupaten Mojokerto, Jalan Raya Bangsal, Jumat (11/12).

"Kami menghentikan proses penanganan pelanggaran, Bawaslu mengumumkan status laporan, serta kami akan kirim pemberitahuan ke pelapor terkait status penanganan kasus ini," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Mojokerto Aris Fahrudin Asy'at saat dikonfirmasi detikcom, Minggu (13/12/2020).

Ia menjelaskan, kasus ini dihentikan karena penyebaran selebaran tersebut tidak memenuhi unsur pasal 69 huruf c UU RI nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Pasal tersebut mengatur larangan melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan atau kelompok masyarakat.

"Keterangan ahli bahasa kalimat Dinasti Koruptor pada selebaran itu tergolong kampanye negatif, bukan kampanye hitam. Ahli pidana menyatakan unsur pasal 69 huruf c tidak terpenuhi karena pembagian selebaran tidak pada saat kampanye. Keterangan KPU, selebaran tersebut bukan termasuk APK maupun BK (bahan kampanye)," jelas Aris.

Kini 5 pelaku penyebaran selebaran yang menyudutkan Ikbar bisa bernafas lega. Tentu saja menyebarkan selebaran tersebut bukan kehendak mereka sendiri. Kelima pelaku mendapatkan bayaran masing-masing Rp 100.000. Seperti yang dituntut para simpatisan Ikbar, ada aktor intelektual di balik aksi mereka.

Informasi yang dikumpulkan detikcom, hulu selebaran tersebut adalah organisasi sayap salah satu partai besar di Mojokerto. Mereka lantas meminta bantuan sebuah kelompok pergerakan untuk menyebarkannya. Kelompok pergerakan tersebut juga memberdayakan oknum aktivis mahasiswa.

Halaman 2 dari 2
(iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.