Sekitar 67 industri rumahan (home industry) tahu di Kecamatan Jogoroto, Jombang kedapatan membuang limbahnya ke sungai. Selain menimbulkan bau tak sedap, limbah membuat sungai tidak bisa digunakan untuk irigasi lahan pertanian.
Itu terungkap dalam sidak yang dilakukan Satpol PP bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang menyasar industri rumahan tahu di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Jogoroto. Sidak digelar karena banyaknya keluhan dari warga Kecamatan Peterongan yang dilalui sungai tempat pembuangan limbah tahu.
"Wajar masyarakat peterongan marah. Limbah tahu, kotoran sapi dan rumah tangga langsung dibuang ke sungai. Dampaknya bau, gatal-gatal, sungai tak bisa digunakan untuk irigasi, banyak tanaman jagung yang kering," kata Kabid Penegakan Perda Satpol PP Jombang Wiko F Diaz kepada wartawan di lokasi, Senin (23/11/2020).
Sungai yang mengalir dari Jogoroto ke Peterongan ini tercemar limbah dari puluhan industri rumahan tahu. Terdapat 67 industri tahu di Kecamatan Jogoroto. Dari jumlah itu, mayoritas pengusaha membuang limbahnya langsung ke sungai.
"DLH sudah pernah memberi bantuan untuk pengolahan biogas dan limbah cair. Kok masih ada bau, maka kami cek. Ternyata tidak ada yang berfungsi. Kondisi pengolahan biogas memprihatinkan, pengolahan limbah cair dibiarkan mangkrak," ungkap Wiko.
Hasil sidak hari ini, lanjut Wiko, akan disampaikan ke Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jombang. Tindak lanjut persoalan ini bakal menunggu kebijakan pemerintah.
"Tentu akan kami tindaklanjuti. Kami kedepankan pembinaan karena ini masyarakat kita, ini sentra produksi tahu, semuanya hampir sama membuang limbah ke sungai. Upaya penegakan menjadi terakhir. Kalau masih tak tertib, kami tegakkan," terangnya.
Salah seorang pengusaha tahu di Desa Sumbermulyo Sifaul Zaki (50) menjelaskan, pengolahan biogas dari kotoran sapi tidak lagi digunakan para pengusaha karena membuat kompor untuk memasak tahu menjadi cepat rusak. Dia mengaku hanya menggunakan alat bantuan pemerintah itu kurang dari 3 bulan saja.
Sedangkan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) bantuan pemerintah sejak tahun 1990, tidak mampu menampung volume limbah industri tahu. Tangki penampungan limbah yang dibuatkan pemerintah di setiap industri tahu tahun 2005, juga tak mumpuni. Karena pipa untuk mengalirkan limbah ke tangki terlalu kecil.
"Sekarang tidak ada pengolahan, langsung dibuang ke sungai," cetusnya.
Zaki berharap pemerintah membeli lahan lebih luas untuk membangun IPAL dengan daya tampung besar. "Saya minta pemerintah membantu solusi menangani limbah tahu. Menurut saya pemerintah membelikan tanah di sawah untuk IPAL," tandasnya.