Banteng Ketaton Surabaya menyayangkan pernyataan Ketua DPP PDIP bidang organisasi Djarot Syaiful Hidayat yang menuduh Machfud Arifin memecah belah PDIP. Ketua Banteng Ketaton Herlambang mengaku Banteng Ketaton terbentuk sesaat setelah partai memberikan rekom ke Eri Cahyadi sebagai calon wali kota.
"Maka kami Banteng Ketaton Surabaya sangat menyayangkan sikap Djarot Saiful Hidayat tersebut. Perlu diketahui Banteng Ketaton Surabaya dibentuk sebelum bertemu dengan Calon Wali Kota Surabaya yakni Machfud Arifin. Banteng Ketaton terbentuk sesaat setelah partai memberikan rekom ke Eri Cahyadi sebagai calon wali kota. Saat itu kami beberapa aktivis berkumpul dan membahas sikap terhadap hasil rekom DPP PDIP," terang Herlambang di kawasan Bulak Banteng Kidul, Jumat (20/11/2020).
Herlambang menjelaskan saat rapat berlangsung, ada dua sikap yang diputuskan Banteng Ketaton. Pertama sebagian kecil kader menyatakan diam dan sebagiannya lagi menyatakan akan mengalihkan suara ke pasangan lain yakni Machfud Arifin dan Mujiaman Sukirno.
"Hasil rapat akhir, lalu kami memilih opsi kedua yakni mengalihkan suara ke pasangan MA-Mujiaman. Setelah mendapat keputusan itu lalu kami membentuk Banteng Ketaton Surabaya. Baru sekitar hampir 1 bulan Banteng Ketaton bertemu Machfud Arifin. Dan kepada Machfud Arifin kami menyatakan mengalihkan dukungan. Jadi tidak benar kalau Machfud Arifin sebagai pemecah belah partai, justru kami pro aktif yang menghubungi Machfud Arifin untuk mengalihkan suara," tegasnya.
Selain itu, Herlambang menyatakan pihaknya tidak pernah bertemu dengan Jagad Hari Seno (Putra pertama almarhum Ir Sutjipto). Sebab, Banteng Ketaton mengira bahwa Jagad Hari Seno satu garis/komando dengan keputusan partai.
"Kami baru tahu Mas Seno sama dengan kami saat bertemu saat ziarah ke makam Pak Tjip dan Bu Jamik pada 10 November 2020 lalu.
Atas fakta tersebut kami menyayangkan pernyataan Djarot Saiful Hidayat yang menuding Machfud Arifin menggunakan politik devide et impera atau memecah belah. Selanjutnya, mengapa hanya ke Surabaya saja tudingan itu dilontarkan padahal di daerah lainnya PDIP juga pecah. Seperti di Banyuwangi dan lainnya. Ada apa dengan Djarot Saiful Hidayat?," imbuhnya.
Herlambang juga menegaskan Banteng Ketaton Surabaya juga memutuskan hanya melawan Risma, Eri-Armuji. Banteng Ketaton memandang Eri Cahyadi bukan kader partai dan hanya anggota biasa, karena baru mendapat kartu anggota setelah daftar sebagai calon wali kota di KPU.
Sedangkan kader berdasarkan AD/ART partai adalah anggota yang pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan kader lewat Badiklat. Sementara DPP lewat Sekjen Hasto Kristanto sering menggembar-gemborkan yang akan direkom adalah kader dan kader.
"Setelah melakukan deklarasi di Jalan Pandegiling, posisi Banteng Ketaton Surabaya kini semakin solid dan besar. Setiap hari kami terima telepon dari warga Surabaya yang ingin bergabung dengan Banteng Ketaton. Tidak hanya telepon warga, bahkan mencari kami untuk bergabung," terangnya.
"Tudingan dari Hasto, Djarot dan Adi Sutarwijono bahkan ancaman pecat dari keanggotaan partai membuat kami semakin kuat dan menarik simpati masyarakat. Banner maupun spanduk kami yang dipasang di berbagai kawasan Surabaya juga banyak dirusak dan dicuri. Bahkan ada pasukan khusus yang dibentuk untuk memburu banner Banteng Ketaton Surabaya," tandasnya.
Sementara tokoh senior PDIP Kota Surabaya, Mat Mochtar dipecat oleh partai juga angkat bicara. Mochtar mengaku dirinya bukan pengurus partai, namun sejak dulu berjuang habis-habisan untuk PDIP.
"Saya dengar dari koran bahwa saya katanya dipecat. Saya ini heran, pengurus ranting aja nggak, pengurus juga enggak kok dipecat. Tapi saya mulai berjuang untuk partai ini ketika partai ini susah waktu tahun 1993, saya mengawal Bu Mega Promeg di Asrama Haji bersama Kusnan, Herlambang bahkan sampai saat ini," ujar Mat Mochtar di kediamannya, Bulak Banteng.
Mochtar menyatakan sejak awal dirinya berjuang di partai tidak pernah mencari uang dan meminta uang lewat PDIP. Dirinya bahkan saat berjuang untuk partai sempat dicap sebagai PKI.
"Mulai awal sampai sekarang, saya gak pernah minta uang partai. Posko ini pakai uang pribadi keluarga saya. Saya bela partai dicap apa saja gak peduli. Saya adalah PDI Perjuangan. Memang saya bukan pengurus, tapi saya pelurus partai. Mengapa rekom kok gak diberikan ke Whisnu malah ke Eri Cahyadi?," terangnya.
Mochtar merasa dirinya tidak melawan rekomendasi partai. Tetapi dirinya melawan arogansi Tri Rismaharini.
"Jangankan saya dipecat, saya dibunuh saja tidak takut. Saya tetap tunduk dengan PDIP, tapi Wali Kota saya adalah Pak Machfud. Ke depan Surabaya gak ada gaduh, beliau akan menyatukan Surabaya," ujarnya.
Mochtar menilai sikap PDIP yang tiba-tiba memecat dirinya merupakan sikap ketakutan. Dirinya mendukung Machfud karena hati nurani.
"Saya adalah pejuang bukan pecundang. PDIP ada karena Bu Megawati dan Sutjipto bukan Bu Risma. Saya imbau Banteng Ketaton saya pastikan mendukung Machfud dan insyaallah akan menang," terangnya.
Mochtar juga menambahkan suara pendukung Whisnu Sakti Buana akan diarahkan kepada Machfud Arifin. Apalagi Machfud merupakan sosok yang berprestasi.
"Saat Pak Whisnu tidak dapat rekom, kawan-kawan saya memastikan akan memberikan dukungan kepada Machfud Arifin. Pak Machfud adalah orang yang menyatukan warga Surabaya. Saya tergugah mendukung beliau. Pendukung Pak Whisnu akan saya arahkan ke Pak Machfud. Beliau punya prestasi saat menjabat Kapolda. Kalau Eri Cahyadi, prestasinya Gubeng Ambles, meratakan rumah perjuangan Bung Tomo. Mau jadi apa Surabaya. PDIP kalau menyebut Pak Machfud memecah belah partai, itu ketakutan partai," terangnya.