Selain Kakak Whisnu Sakti Buana, PDIP juga Pecat Kader Senior Mat Mochtar

Selain Kakak Whisnu Sakti Buana, PDIP juga Pecat Kader Senior Mat Mochtar

Hilda Meilisa - detikNews
Kamis, 19 Nov 2020 17:08 WIB
pdip di pilwali surabaya
(Foto: Istimewa)
Surabaya -

PDIP akan memecat kakak Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana, Jagat Hari Seno sebagai kader. Seno menyatakan mendukung Machfud Arifin sebagai Calon Wali Kota di Pilwali Surabaya. Selain Seno, kader senior PDIP Mat Mochtar juga telah dipecat dari keanggotaan.

Hal ini disampaikan Ketua DPP PDIP bidang organisasi Djarot Syaiful Hidayat. Djarot mengatakan DPP Partai telah memecat Mat Mochtar karena perilakunya yang tidak terpuji.

"Mat Mochtar telah dipecat. Kalau mengaku anggota partai harus memiliki kesadaran berorganisasi. Eri Cahyadi-Armuji adalah calon PDI Perjuangan. Saya tahu persis bagaimana sebelum mengambil keputusan Ibu Megawati melakukan kontemplasi. Bahkan saat itu agar keputusan benar-benar sesuai harapan rakyat Surabaya, sebulan sebelum Eri-Armuji diumumkan, Ibu Mega tidak mau terima tamu, termasuk Bu Risma," papar Djarot dalam siaran pers yang diterima detikcom di Surabaya, Kamis (19/11/2020).

"Dengan demikian keputusan benar-benar jernih, tulus, untuk masa depan Kota Surabaya. Eri diputuskan sebagai calon karena kepemimpinannya. Eri adalah sosok muda, berprestasi di Surabaya. Dan sebagai seorang insinyur, mampu membuat perencanaan dan desain kemajuan bagi Surabaya untuk Indonesia dan dunia," ujar Djarot.

Tak hanya itu, Djarot juga mengakui kemampuan Eri yang dipercaya bisa menjadikan Surabaya lebih baik. Hal ini terlihat dari paparan Eri dalam debat terbuka kedua, Rabu (18/11/2020) malam.

"Debat tadi malam menunjukkan kualifikasi kepemimpinan Eri-Armuji, berhadapan dengan Machfud Arifin yang lebih kedepankan retorika. Namun tidak memahami persoalan tata kota, investasi dan juga manajemen pemerintahan yang baik," imbuh Djarot.

Djarot juga menilai, paslon nomor urut 2, Mahfud Arifin kurang begitu paham dengan pemerintahan yang baik. Menurut Djarot, MA terlihat menggunakan strategi memecah belah, termasuk mendekati Seno, anak almarhum Pak Soetjipto.

"MA telah melakukan politik devide et empire ala kolonialisme Belanda. Politik pemecah belah selama masa kolonial selalu dilawan oleh seluruh anak bangsa, termasuk NU, Muhammadiyah, dan PNI saat itu. Jadi rasanya kurang elok kalau tim MA menjalankan politik adu domba, termasuk apa yang dilakukan oleh Mat Mochtar. Sebab itu cara kolonial yang ditentang arek-arek Surabaya," jelas Djarot.

Dari gaya kepemimpinan MA, Djarot menilai justru ketika Eri-Armuji dikepung dan lawan memiliki begitu banyak logistik dan dana, pihaknya justru akan semakin bersatu.

"Eri semakin kuat justru karena gemblengan dan kepungan. Apa yang terjadi justru membuktikan bagaimana masyarakat Surabaya memiliki keberanian untuk memilih pemimpin muda yang jujur, berpengalaman, dan visioner. Jadi ketika Surabaya dikepung, seperti halnya ketika Sekutu mengepung Surabaya, perlawanan rakyat untuk mendukung pemimpin yang baik akan semakin kuat," pungkasnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.