"Debat tadi malam menunjukkan kualifikasi kepemimpinan Eri-Armuji, berhadapan dengan Machfud Arifin yang lebih kedepankan retorika. Namun tidak memahami persoalan tata kota, investasi dan juga manajemen pemerintahan yang baik," imbuh Djarot.
Djarot juga menilai, paslon nomor urut 2, Mahfud Arifin kurang begitu paham dengan pemerintahan yang baik. Menurut Djarot, MA terlihat menggunakan strategi memecah belah, termasuk mendekati Seno, anak almarhum Pak Soetjipto.
"MA telah melakukan politik devide et empire ala kolonialisme Belanda. Politik pemecah belah selama masa kolonial selalu dilawan oleh seluruh anak bangsa, termasuk NU, Muhammadiyah, dan PNI saat itu. Jadi rasanya kurang elok kalau tim MA menjalankan politik adu domba, termasuk apa yang dilakukan oleh Mat Mochtar. Sebab itu cara kolonial yang ditentang arek-arek Surabaya," jelas Djarot.
Dari gaya kepemimpinan MA, Djarot menilai justru ketika Eri-Armuji dikepung dan lawan memiliki begitu banyak logistik dan dana, pihaknya justru akan semakin bersatu.
"Eri semakin kuat justru karena gemblengan dan kepungan. Apa yang terjadi justru membuktikan bagaimana masyarakat Surabaya memiliki keberanian untuk memilih pemimpin muda yang jujur, berpengalaman, dan visioner. Jadi ketika Surabaya dikepung, seperti halnya ketika Sekutu mengepung Surabaya, perlawanan rakyat untuk mendukung pemimpin yang baik akan semakin kuat," pungkasnya.
(hil/fat)