"Sebenarnya yang dialami semua kepala daerah sama, terkait keterbatasan anggaran, keterbatasan SDM, hingga keterbatasan waktu. Untuk itu, setiap pemimpin harus membuat prioritas program yang harus dilakukan terlebih dahulu," kata Anas.
Selain itu, berbagai hambatan harus segera dicarikan solusinya. Anas mencontohkan kendala geografis Banyuwangi yang menyebabkan jarak antar desa ke pusat kota yang memakan waktu. Hal ini diatasi dengan program Smart Kampung.yang harus dilakukan terlebih dahulu," kata Anas.
"Saat ini seluruh desa sebanyak 189 desa di Banyuwangi telah dialiri fiber optik untuk membuka akses ke dunia luar. Desa sudah diberi sejumlah kewenangan untuk melakukan pengurusan surat administrasi warga. Ini sangat memudahkan warga, sehingga smart kampung bukan hanya smart teknologinya, tapi juga smart terkait layanan-layanan lainnya," kata Anas.
Terkait kemiskinan, ada beberapa strategi yang dikerjakan. Banyuwangi membuat peta digital untuk memetakan program apa saja yang sudah diterima warga. Bahkan datanya sudah by name by addres.
"Dari sini, program akan semakin tepat sasaran, dan kami bisa mengukur efektivitas program yang sudah dikerjakan," kata dia.
Keajegan Banyuwangi mengolah data digital ini sangat membantu daerah dalam proses penyaluran bantuan sosial di masa pandemi COVID-19 salah satunya. Lewat program Smart Kampung, pemkab bisa memetakan mana warga yang berhak namun belum mendapat bansos.
"Berkat program ini, Kabupaten Banyuwangi meraih penghargaan Indonesia Smart Nation Award (ISNA) 2020, kategori Smart Society berupa inovasi penggunaan TIK dalam penanganan dampak sosial covid 19. Inovasi tersebut adalah Cek Bantuan Sosial (Bansos) dalam Penanganan COVID-19," jelasnya.
(fat/fat)