"Selama ini pneumothorax masih sering mengalami keterlambatan diagnosis dan perawatan medis, karena metode deteksinya masih menggunakan cara manual. Harapannya, metode ini dapat lebih dikembangkan dan diterapkan di rumah sakit agar bisa mengurangi jumlah korban pneumothorax," jelasnya.
Selama empat tahun kuliah, Dimas tidak membatasi wadah tempatnya belajar. Masih linear dengan bidang yang ia dalami, Dimas juga aktif dalam UKM Robotika dan mendapat banyak pelatihan Internet of Things (IoT) hingga deep learning bahkan mengantarkan meraih juara tiga pada ASEAN MATE Underwater Robot Competition 2017 lalu.
Dimas pun memiliki hal yang tak biasa untuk menaikkan moodnya. Yaitu membaca buku sejarah dunia, biografi tokoh dunia, hingga mengikuti perkembangan militer dunia.
"Saya tidak pernah sekalipun merasa putus asa. Motto hidup saya "Coba aja dulu". Itu membuat saya cekatan serta sigap mengambil keputusan semasa perkuliahannya. Saya sangat berterima kasih kepada kedua orang tua saya yang juga senantiasa memberi dukungan," ujarnya.
Usai menyelesaikan pendidikan sarjana dengan meraih IPK 3,17, Dimas berencana melanjutkan studinya ke jenjang Master atau S-2. Dimas juga bercita-cita ingin dapat mengaplikasikan ilmunya dengan bekerja di bidang data analyst atau software engineering.
Ia berpesan kepada adik tingkatnya untuk selalu maju dan tetap mencoba agar dapat beradaptasi di lingkungan perkuliahan. "Membuka diri itu penting, karena pemahaman akan topik perkuliahan justru banyak yang bisa didapatkan dari belajar bersama teman. Apapun masalah yang menghadang, hadapi aja dan usahakan selalu kontrol emosi," tutupnya.
(fat/fat)