Gejala COVID-19 yang kerap dialami pasien anak yakni panas, batuk, sesak napas hingga anosmia. Namun juga ada yang memiliki gejala mukosa releases atau permukaan tubuh luar dan dalam, sehingga menimbulkan efek pada pencernaan.
Dokter Spesialis Anak RS Unair dr Robby Nur Hariansyah SpA mengatakan, SARS-CoV-2 atau COVID-19 memiliki golongan yang sama dengan virus influenza. Artinya, semua virus tidak hanya Corona yang memiliki gejala cenderung ke mukosa releases.
"Permukaan tubuh luar itu kulit, muka, mata. Ada juga kulit bagian dalam (mukosa) rongga mulut, hidung, pencernaan dan saluran usus. Yang timbul di COVID bisa gejala di semua tempat. Mulai ujung rambut sampai ujung kaki yang ada selaput lendir. Mulai dari batuk, pilek, nyeri telan, tidak bisa mencium bau sampai infeksi saluran. Sehingga terkena infeksi saluran cerna mirip seperti gejala muntaber alias diare dan muntah," kata Robby saat dihubungi detikcom, Jumat (2/10/2020).
Menurutnya, di saat pandemi COVID-19, semua gejala tampak mirip. Seperti influenza berdominan ke diare. Sedangkan Corona pada saluran napas, batuk, sesak dan infeksi paru.
Karena SARS-CoV-2 mudah menular, lanjut Robby, sehingga semua gejala yang jarang akan timbul. Jika bicara statistik, gejala-gejala virus itu bervariasi. Seperti rotavirus, 50 persen pada pencernaan, saluran napas 10 persen.
Sedangkan untuk SARS-CoV-2 justru kebalikannya, saluran napas 40 sampai 50 persen, saluran pencernaan sekitar 10-15 persen. Jika dimasukkan jumlah yang terpapar, banyak orang tampak menjadi gejala dominan pada saluran pencernaan.
"Kalau yang terkena 100 ribu anak, kalau gejalanya 10 persen pasti 10 ribu anak. Tapi kalau ada 100 juta anak gejalanya 10 persen itu sudah 1 juta. Padahal gejala itu bukan gejala dominan. Gejalanya ada 2, batuk dan panas sesuai dengan kriteria pemerintah. Tapi virus COVID juga bisa menimbulkan keluhan pencernaan, mulai dari muntah, nyeri perut, kembung, diare," jelasnya.
"Gejala-gejala itu jika bicara statistik hanya 10-15 persen. Tapi sudah menjadi pandemi maka gejala-gejala cuman 10 persen secara proporsional akan tampil lebih banyak, tapi gejala diare anak itu tidak selalu COVID," tambahnya.
Penekanannya adalah kontak, kata Robby, bisa orang satu rumah, tetangga atau penitipan anak. Maka eksplornya ke arah sana, jika lingkungannya terdapat gejala serupa maka anak patut dicurigai.
"Kalau diare menjadi penyebab gejala COVID-19, iya. Tapi tidak dominan. Yang dominan panas dan batuk. Tidak selalu anak bisa semua usia (gejala diare, muntah, nyeri perut)," kata dia.
Di Kota Surabaya ditemukan gejala keluhan pencernaan, mulai dari muntah, nyeri perut, kembung dan diare pada anak. Namun gejala tersebut juga dibarengi oleh adanya virus lain yang masih ke dalam tubuh anak.
"Di Surabaya ada, tapi seringnya ada virus lain yang menyebabkan diarenya, kemudian dia ketularan. Yang menjadi berat itu tingkat penularannya," pungkasnya.