Anemia merupakan kondisi tubuh yang kekurangan sel darah merah sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Saat pandemi COVID-19 seperti saat ini, anak yang menderita anemia lebih rentan terpapar.
Menurut Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair Surabaya Dr dr M Atoillah Isfandiari MKes, penderita anemia tidak bisa mengangkut oksigen secara optimal ke seluruh tubuh.
"Kalau sel darah merahnya berkurang atau rusak, otomatis oksigen tidak bisa menempel ke darah merah. Sehingga meskipun aliran darahnya mengalir, tapi tidak menggantung cukup oksigen untuk memberikan oksigenasi pada jaringan-jaringan. Terutama itu otak," kata Atoillah saat dihubungi detikcom, Jumat (25/9/2020).
Oleh karena itu, kata Atoillah, anak yang menderita anemia itu memiliki ciri-ciri, yaitu 3L. Yakni letih, lemas dan lesu. Anak kurang konsentrasi, gampang ngantuk, lemas. Berpengaruh juga ke jaringan organ tubuh yang lain, seperti ginjal, paru dan organ tubuh lainnya.
"Anak anemia lemas kalau main, terus gampang ngantuk, susah konsentrasi untuk belajar. Susah konsenterasi ini ada dua, karena tingkahnya banyak dan anaknya pendiam dan susah nangkap pelajaran. Yang kedua ini bisa jadi karena anemia. Kadang prestasinya juga tidak optimal," jelasnya.
Atoillah pun menjelaskan bagaimana anak bisa terkena anemia. Pertama, anemia disebabkan karena asupan gizi kurang. Seperti kurangnya zat besi dalam tubuh, di mana gizi tersebut penting untuk organ dan tumbuh kembang anak.
"Untuk mencegah itu selama pandemi ini, nutrisi yang mengandung zat besi harus dijaga. Terutama yang mengandung klorofil atau sayur hijau," ujarnya.
Kedua, disebabkan oleh penyakit infeksi kronis. Misalkan di Jawa lebih dikenal cacingan, atau malaria jika di luar Jawa.
"Supaya anak tidak anemia, pastikan anak tidak menderita cacingan. Untuk bisa memastikan cacingan atau tidak itu dari lab. Misal anak makan banyak, tapi kok masih lemas kurang konsenterasi, pucat. Jangan-jangan karena cacingan," jelasnya.
Ketiga, anemia karena masalah genetik. Kalau sudah genetik, Atoillah menyebut, mencegahnya harus sejak awal dilakukan oleh orang tua.
"Orang sebelum menikah harus memastikan kalau keduanya tidak menderita anemia turunan. Atau salah satu menderita anemia bisa menyebabkan anak anemia. Pencegahan ini dimulai dari primarita consil," pungkasnya.