Kematian COVID-19 di Jatim Tembus 3.015, Akan Ada Pedoman Penghitungan Baru

Kematian COVID-19 di Jatim Tembus 3.015, Akan Ada Pedoman Penghitungan Baru

Faiq Azmi - detikNews
Selasa, 22 Sep 2020 19:51 WIB
Ketua Gugus Kuratif Jawa Timur, dr Joni Wahyuhadi
Ketua Gugus Kuratif dr Joni Wahyuhadi (Foto: Faiq Azmi)
Surabaya -

Kasus kematian di Jatim hingga Selasa (22/9) berjumlah 3.015 kasus. Ketua Gugus Kuratif dr Joni Wahyuhadi beberapa waktu lalu mengatakan akan menunggu pedoman perhitungan angka kematian yang disebabkan COVID-19. Lalu bagaimana pedoman terbarunya?

"Jadi yang tercatat sebagai kematian COVID-19 apabila pasien meninggal itu cause of deathnya adalah ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) akibat pneumonia yang disebabkan COVID-19," kata Joni di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (22/9/2020).

Joni menjelaskan apabila ada pasien meninggal dengan komorbid seperti hamil, HIV, obesitas, maka pasien tersebut tak dicatat meninggal karena COVID-19. Pasien tercatat meninggal karena COVID-19 apabila meninggalnya disebabkan ARDS akibat pneumonia yang disebabkan COVID-19.

"Jadi ada pasien positif COVID-19 punya komorbid diabetes. Tapi meninggalnya karena sindrom napas akut atau ARDS, maka dicatat sebagai kematian COVID-19," terangnya.

Untuk pasien yang memiliki komorbid, namun penyebab utama kematiannya adalah komorbid itu sendiri, Joni menegaskan kasus itu dicatat bukan meninggal akibat COVID-19.

"Kalau ada komorbid misalnya pasien dengan serangan jantung koroner, dan pasien meninggal karena gagal jantung atau pasien kecelakaan meski swabnya positif COVID-19, maka bukan dicatat meninggal karena
COVID-19. Karena cause of death utamanya bukan ARDS," imbuhnya.

Dirut RSU dr Soetomo ini menyebut, DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien) di sebuah rumah sakitlah yang memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah pasien meninggal akibat COVID-19 atau tidak. Karena, DPJP yang bertugas langsung melihat dan merawat kondisi pasien.

Joni juga menambahkan kematian karena COVID-19 tidak dapat dikaitkan dengan penyakit lain dan harus dihitung secara independen dari kondisi yang sudah ada sebelumnya yang diduga memicu perjalanan COVID-19 yang parah.

"Sesuai WHO, pasien probable, suspect dan confirm, kalau meninggalnya penyebab utamanya adalah ARDS, akan ditulis sebagai kematian COVID-19. Sebaliknya, meski positif swab, kalau meninggalnya kecelakaan, ya bukan dicatat sebagai kasus COVID-19," terangnya.

Agar kasus kematian COVID-19 tercatat sesuai pedoman WHO, Joni menyebut ada lima yang diusulkan ke Kemenkes RI.

Pertama, SIM (System Information Management) RS fasilitas pelayanan kesehatan dengan aplikasi di Dinas dan Kemenkes RI. Kedua, pengisian sebab kematian sesuai dengan standar WHO dengan rantai kasus yang lengkap. Ketiga, adanya fitur agar RS dapat mengekstrak data-data dari masing-masing aplikasi.

Keempat, pelaporan kematian dari aplikasi yang telah dientry RS, dapat ditarik menjadi pelaporan khusus yang dapat diakses oleh RS, Dinkes dan Kemenkes. Terakhir, dibutuhkan terintegrasian dalam pengentryan pelaporan, sehingga diminimalkan adanya miss data oleh karena aplikasi yang ada saat ini bervariasi dan harus dilaporkan satu per satu.

Anggota Gugus Kuratif Percepatan Penanganan COVID-19 Jatim, dr Makhyan Jibril mengatakan, pihaknya akan mengecek seluruh kasus kematian COVID-19 yang dilaporkan rumah sakit di Jatim.

"Kita cek, apakah all record seluruhnya memang sudah sesuai pedoman atau tidak. Karena kematian COVID-19 di Jatim ini kan terus dimonitor. Juga jadi evaluasi kita," terangnya.

Halaman 2 dari 2
(iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.