Pemkot Surabaya masih menggodok perubahan Perwali. Termasuk soal denda bagi pelanggar protokol kesehatan (protkes) baik perorangan maupun tempat usaha.
Rencana penerapan sanksi denda bagi perorangan tersebut mendapatkan kritik dari DPRD Kota Surabaya. Kritik tersebut datang dari Arif Fathoni, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya. Menurutnya, di saat ekonomi masyarakat tengah melemah, penerapan sanksi denda dalam bentuk uang tidak bijaksana.
"Tetapi saya mendukung manakala dalam Perwali itu, pemberian sanksi denda dalam bentuk uang kepada badan hukum yang memiliki usaha di Kota Surabaya. Karena kalau badan hukum itu tidak mampu menyediakan, tidak mampu menjamin protokol kesehatan, berpotensi menjadi klaster baru," kata Arief kepada detikcom, Kamis (17/9/2020).
"Tetapi kalau individu (perorangan) saya tidak sepakat, karena ekonomi kita lagi tidak bagus, karena membebani rakyat, yang semestinya itu menjadi tugas bersama untuk mengedukasi masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan secara ketat," lanjut Arief yang juga menjabat Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Surabaya itu.
Arief mengungkapkan, meski denda itu merupakan sanksi alternatif setelah sanksi-sanksi yang lain, pihaknya juga mempertanyakan apakah penindak Perda dalam hal ini Satpol PP Kota Surabaya, sudah siap melakukan penindakan.
"Apakah personel Satpol PP itu sudah siap, mengingat banyak personel Satpol PP itu tenaga kontrak. Tentu mereka tidak dibekali dengan metode penyidikan alat Pegawai Negeri Sipil. Nah ini tentu akan menjadi persoalan di lapangan. Jangan sampai Perwali itu diterapkan di lapangan terjadi praktik-praktik yang justru menurunkan wibawa dan kehormatan Satpol PP Kota Surabaya," ungkap Fathony.
Arief menyarankan, para pelanggar protokol kesehatan lebih baik diberi sanksi sosial. Salah satunya menjadi relawan kebersihan di salah satu rumah sakit. Di sana, para pelanggar diharapkan paham akan perjuangan para dokter dan tenaga kesehatan, yang berjuang dalam menangani pandemi COVID-19.
"Saya lebih sepakat ketika ada warga Surabaya yang tidak memakai masker, tidak menerapkan protkes, itu diberikan sanksi sosial. Semisal ditugasi menjadi relawan kebersihan di rumah sakit-rumah sakit Pemkot Surabaya yang menjadi tempat perawatan pasien COVID. Nah dari situ kemudian yang bersangkutan bisa mengetahui bagaimana perjuangan para nakes (tenaga kesehatan) dalam menangani pademi ini," jelas Arief.
"Sehingga yang bersangkutan paling tidak bisa menjadi duta yang akan memberikan pemahaman dan edukasi, minimal kepada keluarganya, minimal kepada tetangganya. Nah ini menurut saya lebih pas dibanding pengenaan denda Rp 250 ribu," pungkasnya.