"Buatnya baru satu bulanan ini, enggak sulit, soalnya dibantu mama. Buat face shield butuh waktu satu jam. Kalau dijual harganya Rp 2.000," ujarnya.
Kini, face shield buatannya sudah terjual. Pembelinya salah satunya sang guru di sekolah. Selain face shield, banyak barang bekas lainnya yang dimanfaatkan. Seperti celengan, kalung, bross hingga tempat pencil.
"Ada face shield, kalung dari kain perca, masker kain perca, tempat pensil dari botol bekas, dekace (dompet koin kece dari botong), celengan dan tempat pensil dari botol bekas," jelas Jessica yang kini berusia usia 11 tahun.
Untuk pembuatan maskern, Jessica terinspirasi saat pandemi. Kain percanya pun diadopsi dari dua penjahit dekat rumahnya. Dia pun menjual masker itu seharga Rp 2.000. Masker yang dijual pun lebih dari 300 masker.
![]() |
"Kainnya mengadopsi dari dua penjahit di dekat rumah. Jahitnya mama, saya yang motong. Sehari bisa bikin 20 masker. Masker yang terjual ada 300. Terakhir wakil RT beli buat warga 50, di sekolah juga, banyak yang pesen juga," tambahnya.
Berkat inovasi yang dilakukan Jessica, dirinya berhasil masuk dalam 30 besar peserta untuk tingkat SD dalam Penganugerahan Pangeran dan Puteri Lingkungan Hidup 2020 yang digelar Tunas Hijau bersama Pemkot Surabaya. Anak berambut panjang itu pun berharap, apa yang dilakukan bisa memotivasi masyarakat agar lebih memanfaatkan barang bekas.
"Karena kalau kita mau, barang bekas itu bisa kita olah menjadi sesuatu yang bermanfaat bahkan mempunyai nilai. Selain itu kita juga bisa melestarikan lingkungan," pungkasnya.
(fat/fat)