Anggota DPR RI Mufti Anam menyoroti SE Menag yang diteken 29 Mei tersebut. Salah satu yang disoroti adalah rumah ibadah wajib mengantongi "surat keterangan aman dari COVID-19" di kawasannya yang diterbitkan Gugus Tugas sesuai tingkatan, yakni kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi.
Untuk bisa mendapatkan "Surat Aman dari COVID-19", pengurus rumah ibadah harus mengajukan permohonan kepada Gugus Tugas.
"Kebijakan itu sangat menyusahkan pengurus rumah ibadah, terutama masjid, musala, gereja, pura, vihara, dan klenteng yang ada di desa-desa. Bikin peraturan kok sangat menyusahkan," ujar Mufti Anam, Senin (1/6/2020).
Dia mengatakan, semestinya kemenag yang turun tangan memetakan secara epidemiologi bersama Gugus Tugas dan para pakar tentang kawasan mana yang rumah ibadahnya bisa beroperasi sambut new normal. Dengan demikian, pengurus rumah ibadah dimudahkan.
"Kemenag kan punya kaki sampai bawah, ada KUA tingkat kecamatan. Itu dong difungsikan, minimal Kemenag di tingkat kabupaten/kota bisa menggandeng Gugus Tugas dan para pakar epidemiologi untuk bikin peta. Jangan pengurus rumah ibadahnya yang disuruh pontang-panting mengurus izin," ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.
Dengan sistem kerja tersebut, akan keluar peta, rumah ibadah mana saja yang sudah boleh menyelenggarakan kegiatan keagamaan dan mana yang belum boleh.
"Jadi Kemenag yang jemput bola sebagai fungsi pelayanan kepada umat, bukan pengurus rumah ibadah yang disusahkan dengan teknis administratif," ujarnya.
Lagipula, sambung Mufti, jika pengurus rumah ibadah di tingkat desa mengajukan "surat aman dari COVID-19" ke Gugus Tugas tingkat kecamatan, cukup diragukan apakah di tingkat kecamatan bisa memetakan angka r-naught/R0 dan angka effective reproduction number/Rt Covid-19 hingga ke level terbawah.
"Nanti itu kan dari kecamatan agak susah bisa mengkaji R0 dan Rt sampai ke kawasan terbawah, pasti dilempar ke kabupaten dan seterusnya. Jadinya sangat administratif. Ini takmir musala di desa-desa di Pasuruan dan Probolinggo, daerah pemilihan saya, juga pengurus gereja, tanya saya, semua menilai aturan menag berbelit meski tujuannya bagus," imbuh Mufti.
Dia menambahkan, dengan sistem pemetaan yang dilakukan Kemenag, dan bukan diurus sendiri oleh pengurus rumah ibadah, juga memudahkan penilaian tanggung jawab publik. Sebab, jika kemudian ada kasus penularan, maka "Surat Aman dari COVID-19" itu akan dicabut. (bdh/fat)