Sejumlah pondok pesantren di Jawa Timur mengaku tengah menyiapkan diri dan menggodok protokol kesehatan untuk segera buka kembali. Hal ini karena ada kesulitan menerapkan pembelajaran dan ngaji secara daring karena tak semua santri memiliki handphone dan bisa mengakses internet.
Ketua Umum DPP Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) yang tengah mengkaji kehidupan new normal di ponpes, Rahmat Santoso menilai, memulai kehidupan new normal di pesantren dengan menerapkan protokol pencegahan COVID-19 bukan tidak mungkin dilakukan. Rahmat menegaskan harus ada sejumlah protokol kesehatan yang dirumuskan.
Rahmat menambahkan pemerintah melalui Kementerian Agama beberapa hari lalu telah mengeluarkan edaran terkait kebijakan kegiatan pesantren dan rumah ibadah dalam menghadapi new normal. Rahmat berpendapat sebenarnya Islam telah memiliki gaya hidup yang menjunjung tinggi kebersihan.
"Apa yang terkandung dalam konsep pesantren menuju new normal sebenarnya sudah bukan hal baru dalam Islam. Protokol pencegahan COVID-19, seperti mencuci tangan, memakai masker, bersin menutup mulut, hingga jaga jarak adalah konsep Islam Life Style," ungkap Rahmat di Surabaya, Sabtu (30/5/2020).
Misalnya saja, menggunakan masker mirip dengan cadar yang dipakai wanita mukminah. Sedangkan mencuci tangan juga ada dalam wudhu dan menjaga wudhu sangat dianjurkan dalam Islam.
Rahmat memaparkan dalan Islam juga diajarkan physical distancing. Misalnya tidak dianjurkan melakukan perkumpulan yang tidak memberi manfaat, apalagi yang membahayakan.
Namun, Rahmat menegaskan pemerintah harus berhati-hati pula dalam merumuskan protokol pencegahan COVID-19 di pesantren. Karena, keselamatan santri hingga para guru sangat penting.
Rahmat menyarankan ada empat langkah yang bisa ditempuh untuk memulai new normal di pesantren. Pertama, yakni sertifikasi pesantren yang bertujuan menentukan kelayakan pesantren dan memberikan jaminan jika pesantren ini memenuhi kualifikasi bebas COVID-19. Hingga telah menerapkan standar pencegahan COVID-19.
"Yang kedua protokol kesehatan COVID-19 di Pesantren. Seperti menghindari bersalaman, pelukan, cium tangan, mengajar dengan sekat, menggunakan masker dan face shield atau mengajar melalui audio visual," paparnya.
Ketiga, Rahmat menyebut pentingnya sarana dan prasarana seperti keberadaan poliklinik, ruang belajar yang lebih luas, kondisi asrama yang tidak diisi banyak santri hingga perlengkapan audio visual.
"Terakhir, terkait pengelompokan usia rentan, memang perlu dilakukan. Sekali lagi, didasari prinsip menjaga guru-guru pesantren yang kita cintai tetap sehat bukan untuk membuat perbedaan apalagi sekat. Memang, sesuatu yang baru awalnya akan terasa rumit. Namun harus segera kita mulai agar kehidupan pesantren berjalan kembali. Saya rasa, bisa," tandas Rahmat.
Berbeda dengan Rahmat, Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga DR Dr Windhu Purnomo mengatakan dirinya menilai dibukanya kembali pondok pesantren bisa menimbulkan potensi penularan COVID-19. Windhu menyebut hal ini cukup mengkhawatirkan.
"Pesantren ini kan cukup berbahaya ya. Karena kan biasanya satu ruangan tidur itu dipenuhi santri, luar biasa padatnya. Jadi seharusnya kalau santri-santri sekarang sedang dipulangkan, jangan kembali dulu," kata Windhu.
Windhu juga menyebut ada salah satu pesantren di Temboro Magetan yang menjadi klaster besar penularan Corona. Dia berharap pihak pesantren untuk buru-buru membuka kembali ponpesnya.
"Saya rasa harus ditahan dulu jangan keburu untuk membuka pondok lagi. Karena kita tahu Pesantren Temboro itu bagaimana. Sudah ada contohnya. Jangan keburu buka pondok lagi," imbuh Windhu.